BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Tanaman merupakan hal yang
sangat penting bagi kehidupan manusia dalam menunjang kehidupan sehari-harinya
khususnya dalam hal pangan. Semua jenis tumbuhan mempunyai hama dan penyakit
masing-masing yang menyerang.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi penyakit, hama dan gulma. Hama adalah
organisme perusak tanaman pada akar, batang, daun atau bagian tanamn lainnya
sehingga tanaman tidak tumbuh dengan baik.Penyakit tanaman adalah gangguan pada
tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa, jamur,
cacing nematoda). Gulma adalah
tumbuhan yang tumbuhnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai competitor
tanaman budidaya dalam menyerap unsur hara, air maupun cahaya. Selain itu lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti halnya
kelembaban, suhu, air dan lain-lain karena
perkembangan hama dan penyebaran penyakit dipengaruhi lingkungan.
Perlindungan tanaman dapat diartikan sebagai segala usaha yang
dilakukan manusia untuk melindungi tanaman dari hambatan atau gangguan yang
berasal dari luar, yang dapat
menurunkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Maka
dari itu diperlukannya perlindungan tanaman pada kegiatan budidaya pertanian agar kerugian yang ditimbulkan organisme pengganggu tanaman tidak semakin besar
sehingga penurunan kualitas dan kuantitas hasil dapat dicegah.
1.2
Tujuan
Tujuan dari fieldtrip ini yaitu Untuk
mengatahui hama dan penyakit pada tanaman
kentang, Untuk mengetahui jenis penggunaan lahan
pada desa Sumber Brantas, Untuk
mengetahui sistem tanam pada Desa Sumber Brantas Serta untuk mengetahui pengendalian organisme pengganggu tanaman yang
digunakan.
1.3
Manfaat
Manfaat
dari Fieldtrip ini adalah praktikan mampu mengetahui
hama dan penyakit tanaman yang menyerang komoditas
kentang pada Desa Sumber Brantas, serta mengetahui cara pengendalian Organisme
pengganggu tanaman komoditas kentang pada DesaSumberBrantas.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Komoditas
Tanaman Kentang
Kentang
(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman sayuran semusim,berumur pendek
kurang lebih hanya 90–180 hari dan berbentuk perdu atau semak dan Bervariasi sesuai
varietasnya (Samadi,1997).
Dalam sistematika tumbuhan, menurut Setiadi (2009), tanaman kentang
diklasifikasikan ke dalam :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.
Rukmana (1997),
menyatakan kentang merupakan tanaman yang berbentuk semak atau herba, dengan
susunan utama terdiri atas stolon, umbi, batang, daun, bunga, buah dan biji
serta akar. Stolon merupakan tunas lateral yang tumbuh dari ketiak daun di
bawah permukaan tanah. Stolon tumbuh
memanjang dan melengkung di bagian ujungnya, kemudian membesar dan membengkak
untuk membentuk umbi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Batang tanaman
kentang berbentuk bulat dan persegi, berbuku-buku dan berongga dengan
pertumbuhan batang tegak, menyebar, atau menjalar. Batang tanaman kentang di
atas permukaan tanah berwarna hijau, hijau kemerahan atau hijau keunguan.
Tanaman kentang
umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk
poling atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak
daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan
(daun mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi
tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk
sudut kurang dari 45o atau lebih besar 45o. Pada dasar
tangkai daun terdapat tunas
ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder
(Rukmana, 1997).
Tanaman kentang memiliki sistem perakaran
tunggang dan serabut. Akar tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45
cm, sedangkan akar serabut umumnya tumbuh menyebar
(menjalar) ke samping dan menembus
tanah dangkal. Akar tanaman berwarna keputih–putihan dan halus berukuran sangat
kecil. Di antara akar–akar tersebut ada yang
akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi (stolon) yang selanjutnya
akan menjadi umbi kentang. Akar tanaman berfungsi menyerap
zat–zat yang diperlukan tanaman dan untuk memperkokoh berdirinya
tanaman (Samadi, 1997).
Bunga kentang
berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun dalam rangkaian bunga atau
karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap karangan bunga
memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna bunga bervariasi : putih, merah, biru.
Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota (corolla),
benang sari (stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putih 1 buah.
Bunga bersifat protogami, takni putik lebih cepat masak daripada tepung sari.
Sistem penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana, 1997).
Umbi terbentuk
dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan
terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon yang diikuti
pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 1997).
Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang beracun
dan berbahaya bagi yang memakannya. Racun solanin akan berkurang atau hilang
apabila umbi telah tua sehingga aman untuk dimakan. Tetapi racun solanin tidak
dapat hilang apabila umbi tersebut keluar dari tanah dan terkena sinar
matahari. Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau
walaupun telah tua (Samadi, 1997).
2.2 Hama Pada Komoditas Kentang
Menurut
Rukmana (1997), hama yang menyerang tanaman kentang antara lain :
a. Hama
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala : Ulat menyerang daun dengan memakan bagian ephidermis dan
jaringan hingga habis daunnya.
Pengendalian
:
1. Pengendalian
mekanis dengan memangkas daun yang telah ditempeli telur.
2. Pengendalian
kimia dengan Azordin, Diazinon 60 EC, Sumithion 50 EC Pengendalian dengan menggunakan pestisida
hanya dilakukan bila populasi ulat grayak mencapai ambang pengendalian dengan
azas 6 tepat (jenis, dosis, konsentrasi, cara, waktu dan sasaran) dan dilakukan
penyemprotan pada malam hari, dengan cara ini hasilnya lebih efektif.
3. Pengendalian
secara biologi antara lain dengan memanfaatkan predator laba-laba antara lain
Oxyopes sp, Lycosa sp dan parasitoid Eurytoma poloni, penggunaan jamur patogen
serta menggunakan serangga lain Beauveria bassiana.
4. Pembersihan/sanitasi
lingkungan disekitar lahan pesemaian/ pertanaman;
b. Kutu
daun (Aphis Sp)
Gejala : Kutu daun menghisap cairan dan
menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus bagi tanaman kedelai.
Pengendalian :
1. Dengan
cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi.
2. Menyemprotkan
Roxion 40 EC, Dicarzol 25 SP.
c. Orong
– orong (Gryllotalpa Sp)
Gejala : Menyerang umbi , akar, tunas muda
dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri.
Pengendalian : Menggunakan tepung Sevin 85
S yang dicampur dengan pupuk kandang.
d. Hama
penggerek umbi (Phtoremae poerculella Zael)
Gejala : Pada daun yang berwarna merah tua
dan terlihat adanya jalinan seperti benang yang berwarna kelabu yang merupakan
materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila di belah, akan terlihat adanya
lubang – lubang karena sebagian umbi telah dimakan.
Pengandalian : Secara kimia menggunakan
Selecron 500 EC, Ekalux 25 EC, Orthene & 5 SP.
e. Thrips tabaci
Gejala : Pada daun terdapat bercak –
bercak berwarna putih, selanjutnya berubah menjadi abu–abu perak dan kemudian mengering.
Serangan ini dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda.
Pengendalian :
1. Dengan
cara memangkas daun yang terserang.
2. Menggunakan
Basudin 60 EC, Mitac 200 EC, Diazenon, Bayrusil 25 EC atau Dicarzol 25 SP.
2.3
Penyakit
Pada Komoditas Kentang
Menurut ( Joko, 2007 ) Penyakit yang menyerang tanaman
kentang antara lain :
a.
Kudis
Penyakit kudis pada tanaman kentang disebabkan oleh cendawan Streptomyces scabies. Gejala tanaman
yang umbinya berkudis tidak tampak dari luar, biasanya umbi yang sakit
mempunyai sisik dan bisul bergabus pada permukaan, jaringan daging yang
terletak dibawahnya menjadi kecoklatan. Umbi yang berkudis lebih cepat menjadi
busuk, terutama jika dibiarkan dalam tanah setelah tanaman mati.
Cara hidup cendawan ini dapat terbawwa benih, air, dan angin serta dapat
bertahan dalam perut hewan yang memakannya, sehingga dapat tersebar kemana-mana
melalui pupuk kandang. Faktor yang mempengaruhi yaitu:
1.
Penanaman kentang pada PH
tanah 5,2 atau kurang menghasilkan umbi kentang tidak terserang kudis.
2.
Umbi berkudis banyak dijumpai
pada suhu 230C.
3.
Umbi pada tanah yang lembab
bebas dari serangan kudis.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu :
1.
Rotasi tanaman.
2.
Menggunakan umbi bibit yang
bebas penakit.
3.
Memendam bahan tanaman yang
masih hijau pada tanah yang akan di tanami kentang.
4.
Menurunkan PH tanah,
menggunakan belerang.
b.
Busuk kering
Busuk kering
pada tanaman tomat disebabkan cendawan Alternaria Solani. Gejala tanaman yang
terserang busuk kering mula- mula pada daun-daun tua
terdapat bercak-bercak kecil agak bulat, berbatas tegas, tersebar tidak
teratur, warna cokelat tua. Bercak meluas dengan lambat, mempunyai
cincin-cincin yang sepusat. Bercak mulai tampak setelah
tanaman berumur lebih dari 6 minggu. Bercak juga dapat menyerang umbi, berwarna gelap, kering, berkerut, keras, dan agak mengendap.
Cara hidup
jamur Alternaria Solani dapat
mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit. Miselium dapat hidup pada daun-daun
sakit selama 1 tahun lebih, sedang konidium tetap hidup selama 17 bulan pada
suhu kamar. Pembentukan konidium pada umumnya dimulai bila bercak mempunyai diameter kurang
lebih 3 mm. Konidium banyak dibentuk pada saat terdapat banyak embun dan hujan.
Konidium yang terbentuk mudah lepas dan mudah dipencarkan oleh angin. Kumbang permukaan daun dapat membantu pemencaran jamur ini. Tanaman inang lain: tomat, terong, ranti, dan kecubung.
Faktor yang
berpengaruh: Tanaman yang kurang subur cenderung lebih peka terhadap penyakit. Tanaman
lebih rentan setelah membentuk umbi.
Pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu :
1.
Pergiliran tanaman
2.
Pemanfaatan musuh alami
c.
Busuk daun
Busuk daun
pada tanaman kentang disebabkan oleh jamur phytophthora
infestans. Gejala tanaman yang terserang yaitu tampak pada tanaman berumur
1 bulan. Tepi dan ujung daun yang sakit berbercak nekrotis. Bila kelembaban dan
suhu tinggi, bercak akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Dalam
cuaca kering jumlah bercak terbatas, segera
mengering, dan tidak meluas.
Cara hidup
cendawan ini yaitu konidium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa
baru atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara. Jamur dapat
mempertahankan diri dari musim ke musim dalam umbi-umbi yang sakit. Kalau umbi sakit ditanam, jamur dapat naik ke tunas muda yang baru tumbuh
dan membentuk banyak konidium dan sporangium. Konidium dapat dipencarkan oleh angin
dari sumber infeksi ke tanaman di sekitarnya.
Faktor yang
mempengaruhi: Kelembaban dan suhu tinggi sangat membantu perkembangan penyakit. Selain
itu curah hujan yang tinggi mendorong perkembangan penyakit.
Pengendalian:
1.
Hanya menanam umbi-umbi benih yang
sehat.
2.
Pemanfaatan musuh alami
d.
Layu bakteri
Layu bakteri
pada tanaman kentang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala tanaman yang terserang yaitu daun-daun
layu, dimulai dari daun-daun muda (ujung).
Jika batang dipotong, terlihat berkas pembuluh berwarna cokelat. Jika bagian
tersebut ditekan, dari lingkaran berkas pembuluh keluar massa lendir berwarna
keabuan. Umbi kentang juga dapat terserang. Yaitu ujung umbi terdapat bagian yang
mengendap dan berwarna hitam. Jika umbi dipotong tampak adanya jaringan busuk
berwarna cokelat, sedang pada lingkaran berkas pembuluh umbi terdapat lendir
berwarna cokelat muda sampai kelabu. Umbi dapat menjadi busuk lunak.
Cara hidup bakteri
ini dapat terangkut air, tanah yang terinfeksi, dan umbi bibit. Meskipun bakteri dapat menginfeksi bagian-bagian tanaman yang utuh di bawah
tanah, namun infeksi juga dibantu oleh adanya luka. Tanaman inang lain dari penaykit ini yaitu tomat, cabai, terung, tembakau,
dan kacang tanah.
Faktor yang
mempengaruhi yaitu penyakit berkembang ketika terdapat banyak hujan dan suhu
udara tinggi. Adanya gulma yang peka akan meningkatkan penyakit layu pada
pertanaman kentang berikutnya
Pengendalian:
1.
Rotasi tanaman
2.
Drainase yang baik pada tanah
yang basah
3.
Penggunaan umbi bibit yang sehat.
4.
Pemberian mulsa.
5.
Pemanfaatan musuh alami
e.
Daun menggulung
Daun
menggulung pada tanaman kentang disebabkan oleh Virus Corium solani. Gejala dari serangan ini adalah daun-daun tanaman
yang sakit menggulung ke atas, dari tepi ke arah ibu tulang, kadang-kadang
menyerupai tabung. Jika di pegang daun terasa lebih kaku. Daun tanaman sakit
lebih pucat, kurus, dan tegak dari pada daun sehat. Tanaman sakit biasanya
hanya menghasilkan umbi-umbi keci. Umbi yang mengandung virus dapat bertahan
lama dalam tanah.
Cara hidup
dari virus ini yaitu penyakit dapat ditularkan melalui beberapa macam kutu daun. Penyakit tidak dapat menular secara
mekanis. Virus dapat menular ketanaman kentang liar, tomat, kecubung, dan ciplukan.
Faktor yang
mempengaruhi yaitu adanya vector pembantu penyebaran virus dan varietas kentang
mempunyai ketahanan yang rendah.
Pengendalian:
1.
Penaanaman umbi bibit yang
bebas virus.
2.
Penanaman varietas tahan.
3.
Perlakuan pemanasan umbi,
penyimpanan umbi pada suhu 360C selama 40 hari.
4.
Sanitasi, tanaman yang menampakkan
gejala menggulung harus cepat di cabut dan di musnahkan.
5.
Pemanfaatan musuh alami.
BAB
III
KONDISI
UMUM WILAYAH
3.1
Lokasi Fieldtrip
Fieldtrip dilaksanakan pada hari rabu,
09 Desember 2015, di Dusun
Krajan Desa Sumber Brantas
RT 04 RW 03 Kota Batu malang. Lokasi pengamatan di
daerah Sumber Brantas
merupakan lahan milik
Pak Purnomo yang merupakan salah satu
anggota dari kelompok tani Anjasmoro 05 dengan luas lahan total 3 hektar yaitu : 2,5 hektar
lahan milik pribadi
dan 0,5 hektar lahan sewa. Dengan
komoditas utama yang ditanam tanaman kentang.
3.2
Sejarah Lahan
Pada awalnya lahan di Desa Sumber Brantas adalah hutan,
kemudian pada masa penjajahan jepang hutan itu diubah menjadi lahan pertanian kemudian setelah Indonesia
merdeka lahan tersebut turun temurun menjadi hak milik warga sampai sekarang.
3.3
Penggunaan Lahan
3.3.1 Jenis
Penggunaan Lahan
Lahan yang digunahan adalah jenis lahan
tegalan, dan jenis tanaman yang di budidayakan adalah kentang, wortel, brokoli, kubis, sawi, dan bawang pre. dengan komoditas utama yang ditanam tanaman kentang.
3.3.2 Sistem
Tanam Yang
Ada
Di Lokasi Pengamatan
Berdasarkan hasil
wawancara dengan Pak Purnomo,
sistem
tanam
pada lahan yang diamati adalah sistem Monokultur. Pertanian
Monokultur adalah pertanian yang hanya menggunakan satu jenis
vegetasi yang di tanam. Penggunaan
sistem pertanian monokultur ada dampak positif dan negatifnya, khususnya dampak
dari pencemaran tanah (struktur dan tekstur tanah yang berubah) sehingga
berakibat tanah yang sebelumnya bersifat subur untuk ditanami menjadi kurang
subur. Kelebihan dan kekurangan dari sistem
monokuktur:
a.
Kelebihan
Mengintensifkan
suatu komoditas pertanian serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya
diharapkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
b.
Kelemahan
Pola
monokultur menyebabkan meledaknya populasi hama yang menurunkan hasil panen.
Kerugian lain adalah tidak adanya nilai tambah komoditas lain karena tidak
adanya komoditas lain yang ditanam bersama dengan komoditas utama.
Dalam lahan
pertanian yang diamati pola sistem tanam monokultur mayoritas hampir 80%
kentang sisanya woterl dan brokoli.
3.3.3 Jenis Komoditas yang Ada Di
Lokasi Fieldtrip
Jenis komoditaas yang ada pada lahan Dusun Krajan Desa
Sumber Brantas antara lain: Kentang, wortel, bawang pre dan brokoli. Tetapi pada lahan tersebut komoditas utama yang ditanam yaitu tanaman kentang.
3.3.4 Potensi Pemanfaatan Musuh
Alami dalam Mengendalikan OPT
Pemanfaatan musuh alami sebagai agens hayati pada
tanaman sayuran mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengendalian OPT . Untuk
dapat diterima semua pihak, penggunaan musuh alami dalam pengendalian OPT perlu dikembangkan, sehingga dihasilkan
suatu cara pengendalian yang walaupun bersifat alami tetapi tetap efektif dan efisien bila dipalikasikan untuk mengendalikan OPT. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Pak Purnomo bahwa pengendalian OPT sendiri dengan pestisida karena jumlah nya
musuh alami yang hilang ataupun spesies OPT yang lebih besar daripada jumlah
musuh alami nya.
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
4.1 Tempat dan
Waktu
Kegiatan
fieldtrip dilaksanakan pada hari Rabu, 09 Desember
2015 di Dusun Krajan Desa Sumber Brantas,
RT 04 RW 03 Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Malang pukul
13.00 WIB – selesai.
4.2 Alat dan
Bahan
a. Alat :
Tabel.1
No
|
Alat
|
Fungsi
|
1.
|
Sweepnet
|
Untuk menangkap hama
|
2.
|
Toples
|
Sebagai tempat hama yang ditemukan
|
3.
|
Alat Tulis
|
Untuk dokumentasi
|
4.
|
Kamera
|
Untuk mendokumentasikan hasil yang didapat
|
5.
|
Alat tulis
|
Untuk mencatat hasil pengamatan dan hasil wawancara
dengan petani
|
6.
|
Kertas Kuesioner
|
Untuk wawancara
|
b. Bahan :
Tabel.2
No
|
Bahan
|
Fungsi
|
1.
|
Alkohol
|
Untuk membius hama
|
2.
|
Plastik klip
|
Sebagai wadah hama
|
4.3 Metode
Pengamatan
4.3.1 Pengamatan Hama
4.3.2 Pengamatan
Penyakit
4.3.3 Pengamatan Musuh Alami
4.3.4 Pengamatan
Pengolahan Tanah Atau Faktor Edafik
4.3.5 Pengamatan
Pengunaan Pestisida
4.3.6 Pengamatan Pengunaan
Varietas Tahan
BAB V
HASIL dan PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Hama
Yang Ditemukan
A. Lalat
pengorok daun (Liriomyza huidobrensis)
Gambar
1.
Lalat
penggorok daun ((Liriomyza
huidobrensis))
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo :
Diptera
Family :
Agromyzidae
Genus :
Liriomyza
Species :
Liriomyza huidobrensis (Kalshoven, 1981).
Gejala serangan lalat penggorok daun
pada tanaman mudah dikenali dengan adanya liang korokan beralur warna putih
bening pada bagian mesofil daun. Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan
terlihat larva yang aktif bergerak. Larva hidup dan makan didalam liang
korokan. Pada satu helai daun dapat dijumpai lebih dari satu liang korokan.
Pada serangan lanjut, warna liang korokan menjadi kecoklatan, daun layu dan
gugur (Kalshoven, 1981).
B.
Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Gambar 2.
Ulat
Grayak (Spodoptera litura F.)
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Divisi :
Arthropoda
Class :
Insecta
Ordo :
Lepidoptera
Family
:
Noctuidae
Genus :
Spodoptera
Spesies :
Spodoptera litura F. (Kalsoven, 1981).
Ulat
grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun
sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih Larva yang masih
kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan
meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal
tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya
terjadi pada musim kemarau Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan
tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa.
Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau,
kacang hijau, bayam dan kubis (Kalsoven, 1981)
C. Ngengat
penggerek daun dan umbi (Phthorimaea
operculella Zel)
Gambar
3.
Ngengat
penggerek daun dan umbi (Phthorimaea
operculella Zel)
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo :
Lepidoptera
Famili :
Gelechiidae
Genus : Phthorimaea
Spesies : Phthorimaea
operculella Zel
(Kalsoven, 1981).
Di Jawa Barat OPT ini disebut ‘ulat taromi’ atau ‘salisip’. Selain
menggerek umbi kentang di gudang, OPT ini juga dapat merusak daun pada pertanaman
kentang di lapangan. Ngengat berwarna coklat kelabu, kecil dan aktif
pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah
helaian daun atau pada rak-rak penyimpanan umbi di gudang. Lama hidup ngengat
betina berkisar antara 7 - 16 hari, sedangkan lama hidup ngengat jantan
berkisar antara 3 - 9 hari. Telur berukuran kecil,
agak lonjong atau berbentuk bulat panjang, diletakkan pada permukaan bawah daun
atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah.
Di gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan atas umbi
di sekitar mata tunas. Larva berwarna putih sampai kuning, tetapi dapat
pula berwarna kehijau-hijauan. Larva memakan daun dengan cara membuat alur-alur
pada daun atau membuat lubang dan lorong pada umbi. Panjang larva yang sudah
berkembang sempurna sekitar 1 cm. Stadium larva berkisar antara 10 - 16 hari.
Pupa terdapat dalam kokon yang tertutup oleh butiran tanah. Di
dalam gudang, pupa terdapat pada bagian luar umbi,
biasanya pada mata tunas atau pada rak-rak gudang penyimpanan kentang. Lama
stadium pupa adalah 6 - 9 hari.
Hama penggerek daun atau umbi tersebut menyebar
di daerah sentra produksi kentang, antara lain di DI Aceh, Sumatera Barat,
Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
Gejala serangan pada daun yang terserang
terlihat berwarna merah tua dan nampak adanya jalinan seperti benang yang
membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-kadang daun kentang
menggulung yang disebabkan oleh ulat yang merusak permukaan daun sebelah atas,
bersembunyi dalam gulungan daun tersebut.
Gejala serangan pada umbi dapat dilihat dengan adanya kotoran yang
berwarna coklat tua pada kulit umbi. Apabila umbi tersebut dibelah akan
kelihatan alur-alur yang dibuat oleh ulat sewaktu memakan umbi.
Kerusakan berat pada
pertanaman kentang sering terjadi pada musim kemarau. Di dalam gudang
penyimpanan, hama tersebut merusak bibit kentang yang disimpan selama 3 – 5
bulan sebelum tanam. Tanaman inang OPT ini adalah tanaman kentang,
tomat, kecubung, bit gula, terung dan tembakau.
(Setiawati
et al. 1998).
D. Ulat
Kubis (Plutella xylostella L.)
Gambar 4. Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)
Klasifikasi :
Kingdom :Animalia
Phylum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Lepidoptera
Famili :Plutellidae
Genus :Plutella
Spesies :Plutella xylostella L Kalshoven ,1981)
Kingdom :Animalia
Phylum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Lepidoptera
Famili :Plutellidae
Genus :Plutella
Spesies :Plutella xylostella L Kalshoven ,1981)
Ulat kubis ini siklus hidupnya sekitar
21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam hari. Stadium hama yang paling
membahayakan adalah larva (ulat). Larva ini terdiri atas empat instar, dan
ukuran yang paling besar sepanjang satu centimeter (cm).
Gejala serangannya daun berlubang –
berlubang kecil dan jika serangan berat tinggal tulang – tulang daunnya saja.
Bila ulat Plutella tersentuh, akan menggeliat lalu menjatuhkan diri dengan alat
bantu benang sutera yang di bentuknya. Serangan yang berat dan hebat biasanya
terjadi pada musim kemarau (Rukmana, 1994).
E. Lalat
Buah
Gambar 5. Lalat Buah (Bactrocera
sp.)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo :
Diptera
Famili : Tephritida
Genus :
Bactrocera
Spesies : Bactrocera sp. (Kalsoven, 1981
Lalat buah betina menusuk kulit buah
dengan ovipositornya sehingga buah akan mengeluarkan getah. Getah tersebut
menarik perhatian lalat lain untuk datang dan memakan atau bertelur. Tusukan
tersebut juga menyebabkan bentuk buah menjadi jelek, berbonjol, dan kadang
menyebabkan kerontokan. Selain itu, cendawan pembusukan kadang datang sehingga
terjadi perubahan warna dan pembusukan buah. Biasanya dengan datangnya serangga
dan cendawan, buah menjadi rusak atau pecah (Pracaya, 2009).
F. Helolpeltis antonii
Gambar 6. Helolpeltis antonii
Phillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Spesies : Helopeltis antonii(Borror
, 1992)
Helopeltis
serangga muda nimfa dan imago menyerang tanaman dengan cara menusukkan alat
mulutnya (stilet) ke dalam jaringan tanaman, yakni dengan menghisap cairan sel
– sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stilet tersebut, helopeltis akan
mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat
mematikkan jaringan tanaman di sekitar tusukan.
Gejala
serangan hama ini adalah munculnya bercak – bercak cekung berwarna coklat muda
yang lama – kelamaan berubah menjadi kehitaman (Misnawi, 2008).
G. Imago
Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Gambar 7. Imago
Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Agrotis
Spesies : Agrotis
ipsilon(Kalshoven ,1981)
Telur diletakkan satu-satu atau
dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut terpancung dengan garis tengah
pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat meletakkan 1.430 - 2.775 butir
telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah
disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam tersebut
adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas,
warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung
4 hari.
Larva
menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira
sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk
menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna
kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm.
Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva
mengalami 5 kali ganti kulit. Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam-hitaman. Panjang
larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50 mm. Bila larva diganggu
akan melingkarkan tubuhnya dan tidak bergerak seolah-olah mati. Stadium
larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan
tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap. Lama stadia pupa 5 – 6
hari(Rukmana, 1994).
Larva merupakan
stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari makan dengan menggigit
pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah tanaman-tanaman muda. Pangkal
batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal
batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah
sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter. Seekor
larva dapat merusak ratusan tanaman muda(Rukmana, 1994).
H.
Kumbang Uret (Holotrichia javana )
Gambar 8. Kumbang Uret (Holotrichia javana )
Serangga
hama ini dikenal dengan uret/lundi atau grub, termasuk Ordo
Coleoptera, famili Scarabaeidae. Larva Holotrichia javana berada dalam
tanah memakan bagian tanaman yang ada dalam tanah seperti akar dan umbi
kentang.
Kumbang ini
berukuran panjang 2,0-2,5 cm dan berwarna coklat tua. Daur hidupnya berkisar 10
bulan. Kumbang betina meletakkan telurnya dalam tanah pada kedalaman 10-20 cm.
Tanaman inang H. javana adalah
pada, jagung. karek, kina, bayam, kacang - kacangan, dan Centrosema sp.
Gejala
serangan yaitu Umbi kentang yang terserang H. javana berlubang-lubang
dengan bentuk lubang tidak beraturan. Pada populasi tinggi, kehadiran lundi ini
dapat mengurangi hasil umbi kentang (Rukmana,
1994).
5.1.2 Musuh Alami yang ditemukan
A. Kumbang
Spot M (Menochilus
sexmaculatus)
Gambar 9. Kumbang
Spot M (Menochilus
sexmaculatus)
Klasifikasi
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Coleoptera
Famili :Minochilas
Genus :Menochilus
Spesies : Menochilus sexmaculatus (Kalsoven, 1981)
Kingdom :Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo :Coleoptera
Famili :Minochilas
Genus :Menochilus
Spesies : Menochilus sexmaculatus (Kalsoven, 1981)
Menochilus sexmaculatus
meletakkan telur di bagian bawah daun yang sejajar dengan tulang daun.
Jumlah telur yang diletakkan seekor imago Menochilus
sexmaculatus berkisar
antara 121-150 butir (Kalsoven, 1981)
Lama stadia larva instar I hingga IV berkisar
antara 9-14 hari. Larva instar I tidak langsung berjalan mencari mangsa, tetapi
masih tetap berada pada tempat dimana telur menetas. Setelah 3-4 jam larva baru
aktif mendekati mangsa tetapi tidak langsung memangsanya (Kalsoven,
1981)
Aktivitas makan Menochilus
sexmaculatus terhadap
mangsa kutu daun Aphis craccivora lebih tinggi pada periode
terang dibanding periode gelap
Lama stadia pupa ± 4,5 hari. Larva
instar IV sebelum menjadi pupa akan mengalami masa prapupa selama kurang lebih
2 hari, ujung abdomen larva melekat kuat pada daun tanaman.(Kalsoven,
1981)
Imago Menochilus
sexmaculatus yang baru
keluar dari pupa memiliki warna oranye hingga merah pucat.. Daur
hidup M. sexmaculatus berkisar 43-60 hari. Imago jantan dan
betina dapat dibedakan berdasarkan ukuran besar tubuh imago. Imago jantan
berukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan imago betina.
Pada pengamatan musuh alami
di lahan Pertanian Dusun Krajan Desa Sumber Brantas ditemukan musuh alami berupa
kumbang Kubah Spot M berjumlah dua ekor. Namun populasi mush alami di lahan ini
tergolong rendah. Hal ini Karena tingginya intensitas penggunaan bahan kimia
terutama dalam hal pengendalian OPT yang juga dapat membunuh musuh alami.
5.1.3 Serangga Lain
Pada pengamatan yang
dilakukan di lahan Pertanian Dusun Krajan Desa Sumberbrantas ditemukan serangga
lain berupa ulat kubis (Plutella xylostella)
dimana serangga ini biasanya menyerang family brassicaceae. Keberadaan ulat
ini dilahan pertanaman kentang dimungkinkan karena dalam lahan tersebut
terdapat tanaman family brassicaceae seperti : Brokoli dan sawi.
5.1.4
Penyakit
Yang Ditemukan
Penyakit yang ditemukan pada
lahan kentang adalah Bercak daun (Phytoptora infestan).
Menurut Bapak Purnomo penyakit ini mendominasi dilahan pertanaman kentang
terutama dimusim penghujan. Penyakit ini penyebarannya cepat sekali sehingga
harus dilakukan pemantauan secara rutin dan segera dilakukan pengendalian
ketika ada gejala dan tanda serangan.
5.2 Jenis Pengendalian Yang Dilakukan
5.2.1
Pengendalian dengan Menggunakan Kultur Teknis
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak
purnomo diperoleh bahwa dilakukan pengolahan tanah, rotasi tanaman dan
pengaturan waktu tanam dalam kegiatan budidaya tanaman kentang. Hal ini
merupakan salah satu cara untuk mengendalikan OPT secara kultur teknis.
Cara yang umum dilakukan dalam
pengendalian secara kultur teknik adalah
dengan pemberian mulsa, penanaman penutup tanah, penanaman naungan , dan
tanaman sela. Cara yang lain adalah dengan mengatur cara bercocok tanam
menggunakan pola tertentu dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan OPT.
Pengendalian kultur teknis pada perinsipnya pengendalian dengan memanfaatkan
lingkungan untik menekan perkembangan populasi OPT. Menurut Suharto (2007) cara pengendalin
kultur teknis anatara lain :
a. Pengelolaan Tanah
Pengolahan tanah setelah panen
larva-larva hama yang hidup di dalam tanah akan mati terkena alat-alat
pengolahan seperti cangkul. Di samping itu akibat lain dari pengolahan tanah
ini akan menaikkan larva dan telur dari dalam tanah ke permukaan tanah. Dengan
demikian larva-larva dan telur larva akan dimakan burung atau mati terkena
cahaya matahari langsung.
b. Sanitasi
Dengan membersihkan tempat-tempat
yang kemungkinan digunakan oleh serangga untuk berkembang biak, berlindung,
berdiapause, maka perkembangan serangga yang menjadi hama tanaman dapat
dicegah.
c.
Pemupukan
Penggunaan pupuk
menjadikan tanaman sehat dan lebih mudah mentoleransi serangga hama tanaman.
d.
Irigasi
Pengolahan air
dapat menghalangi perkembangan hama-hama tertentu. Akan tetapi bila cara
pengolahan air kurang tepat dapat mengakibatkan peningkatan perkembangan
populasi hama tanaman.
e.
Strip farming
Serangan hama
tertentu dapat di atasi dengan cara “catch crop” yaitu bercocok tanam secara
berselang seling, antara tanaman yang berumur panjang dan tanaman berumur
pendek.
f.
Rotasi tanaman dan pengaturan waktu tanam
Menanam tanaman
yang berbeda-beda jenisnya dalam satu tahun dapat memutus atau memotong daur
hidup hama terutama hama yang sifatnya monofagus (satu jenis makanan).
5.2.2 Pengendalian dengan
Menggunakan Musuh Alami
Berdasarkan hasil wawancara dengan
pak purnomo pengendalian OPT dengan
menggunakan musuh alami tidak dilakukan karena popoulasi mush alami juga rendah
. Hal ini disebabkan sitem pertanian yang digunakan petani adalah konvensional. Pertanian ko.
Menurut Balitsa(2004) Praktek pengendalian
hayati dengan menggunakan musuh alami yang dilakukan sampai saat ini dapat
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu introduksi, augmentasi dan konservasi.
Meskipun katiga teknik pengendalian hayati tersebut berbeda dalam sasaran dan
tekniknya, tetapi dalam pelaksanaan pengendalian hayati sering digunakan secara
bersama.
a. Introduksi
Musuh Alami
Teknik
introduksi atau importasi musuh alami seringkali disebut sebagai praktek klasik
pengendalian hayati. Ada dua prinsip pengendalian hayati yaitu mengimpor
(mengintroduksikan) musuh-musuh alami dari luar negeri dan kedua adalah
mengimpor musuh alami untuk mengendalikan hama sasaran di suatu daerah yang
sebelumnya belum ada.
b. Perbanyakan
Musuh Alami
Perbanyakan
musuh alami secara masal sangat diperlukan untuk meningkatkan populasi musuh
alami di lapangan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah menyediakan makanan
yang cukup bagi hama sasaran untuk inang musuh alami tersebut. Hal yang penting
adalah menyediakan jumlah populasi stadium hidup hama sasaran yang disukai oleh
musuh alami pengendali hayati. Bila inang tidak mencukupi akan mengancam proses
perbanyakan musuh alami tersebut. Musuh alami dapat diperbanyak di laboratorium
atau rumah kasa dan di lapangan. Beberapa alat dan bahan yang diperlukan untuk
proses perbanyakan antara lain kurungan serangga, serangga inang, tanaman
inang, madu, dan sebagainya .Tanaman inang dapat diganti dengan makanan buatan.
Cendaawan antagonis dapat diperbanyak dengan media buatan yang cocok, baik
media padat atau cair.
c. Augmentasi
Augmentasi
adalah usaha untuk mempertinggi daya guna musuh alami yang telah ada, misalnya
dengan melakukan pembiakan secara masal dan menyebarkan kembali ke alam.
Augmentasi dibagi menjadi dua yaitu inokulasi dan inundasi. Inokulasi adalah
pelepasan musuh alami dalam jumlah terbatas yang bertujuan untuk meningkatkan
populasi, sedangkan inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar.
Berbagai upaya untuk meningkatkan populasi musuh alami di ekosistem sayuran
sudah dilakukan. Pelepasan D. semiclausum di berbagai tempat di Indonesia telah
dilakukan, ternyata parasitoid tersebut efektif untuk mengendalikan hama P.
xylostella pada tanaman kubis kubisan.
5.2.3 Pengendalian dengan Menggunakan
Pestisida
Sesuai hasil wawancara dengan Pak
Purnomo, didapat keterangan bahwa dalam mengendalikan hama di lahan menggunakan
pestisida kimia. Pestisida yang digunakan adalah Supermec untuk mengendalikan
lalat kentang yang di gunakan dengan dosis 100 ml /200 liter air. Selain itu
juga digunakan pestisida merk “Recod” yang digunakan mengendalikan ulat dengan
dosis 100 ml/200 liter air.
Untuk mengendalikan hama orong-orong,
digunakan pestisida merk “Regent” dengan dosis 25 kg tiap hektar. Dalam hal
ini, pestisida merk Diaksinon yang paling maksimal digunakan mengendalikan
orong-orong. Untuk mengendalikan bercak daun dilakukan penyemprotan dengan fungisida
“Kurset” atau “Dakonil” 3 sampai 4 hari sekali dengan dosis 200 gram per 1 drum
air ( 200 liter).
Untuk mengendalikan gulma dilakukan
penyemprotan herbisida “Sencore” saat tanaman berumur 20 hari setelah tanam, 60
hari setelah tanam. Penyemprotan juga dilakukan saat tanaman berumur 90 hari setelah tanam untuk membakar
daun kentang. Kemudian dibiarkan selama 20 hari sebelum pemanenan. Dosis
“Sencore” yang digunakan adalah 3 sendok makan tiap 1 drum air. Menurut Pak
Purnomo, tetapi petani yang lain menggunakan dosis 1 ons/1 drum air.
Selain menggunakan pestisida kimia, Pak
Purnomo juga menggunakan pestisida nabati berbahan sirih merah, buah gadung dan
mimba. Penggunaan pestisida nabati tidak bertujuan membunuh tetapi unuk
mengusir OPT.
Menurut Pak Purnomo, terdapat perbedaan
terhadap tanaman hasil panen yang menggunakan pestisida nabati dengan pestisida
kimia. Dari segi rasa, tanaman dengan pestisida nabati lebih manis sedangkan
pada tanaman dengan pestisida kimia terdapat rasa ketir.
Penyemprotan pestisida dilakukan
bergantian antara pestisida nabati maupun kimia. Biasanya dilakukan pada pagi
hari dan menggunakan powerspray. Interval penyemprotan tergantung musim, saat
musim hujan, dilakukan penyemprotan 3-4 hari sekali, sedangkan pada musim
kemarau penyemprotan dilakukan 4-5 hari sekali.
5.2.4 Pengendalian dengan
Varietas Tahan
Sesuai hasil wawancara dengan Bapak
Purnomo, didapatkan keterangan bahwa selain menggunakan kultur
teknis,pengelolaan edafik dan pestisida, beliau juga menggunakan varietas
tahan. Varietas tahan yang digunakan adalah kentang varietas Granula Kembang.
Varietas tersebut asli Indonesia dan
tahan terhadap penyakit bercak ungu. Selain karena tahan terhadap penyakit,
berdasarkan pengalaman selama puluhan tahun menjadi petani, Pak Purnomo
memaparkan bahwa penggunaan varietas ini mampu menghasilkan kentang lebih
banyak.
5.2.5 Pengendalian dengan
Teknik Fisik Mekanik
Mengenai
pengendalian dengan teknik fisik maupun mekanik, Pak Purnomo memaparkan bahwa
pada masa lampau belaiu menggunakan pengendalian dengan lightrap (lampu
perangkap. Prinsip dari alat ini adalah menarik serangga untuk mendekati
perangkap dnegan adanya lampu. Namun saat ini teknik tersebut tidak lagi
dilakukan karena kurang efektif untuk lahan yang luas.
5.3 Pembahasan
5.3.1
Pembahasan Mengenai
Jenis OPT yang Ditemukan Beserta Hubungannya dengan pendalian yang Dilakukan
dan Perbandingan dengan Literatur
Pengendalian adalah usaha
untuk mencegah dan melindungi tanaman
dari serangan hama dan penyakit tanaman. Dalam pengendalian hama dan penyakit
disarankan untuk mengendalikan secara kultur teknik yaitu usaha untuk
menciptakan lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan OPT. Setelah itu
pengendalian secara fisik mekanik. Jika Populasi OPT tidak dapat ditekan maka
dilakukan pengendalian secara kimia namun dengan dosis yang tepat serta
penggunaan yang bijaksana.
a. Ulat
Grayak (Spodoptera Litura)
Upaya
Pengendalian ulat grayak menurut
(Pitojo, 2004) dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, mekanis, dan kimiawi.
1. Kultur
Teknis
Dilakukan dengan cara pergiliran tanaman
dan penanaman serentak, dengan tetap memerhatikan kaidah penanaman serentak,
dengan tetap memerhatikan kaidah penanaman perbenihan.
2.
Mekanis
Dilakukan dengan menggunakan dengan mengumpulkan
ulat pada stadium telur dan larva sebelum menjadi dewasa (masih hidup
bergerombol) untuk dibunuh.
3. Kimiawi
Dilakukan dengan cara menyemprotkan
insektisida sesuai dengan petunjuk penggunaan yang terdapat pada labelnya.
b. Lalat
Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis)
Upaya
pengendalian lalat penggorok daun menurut (Suryanto, 2010) dapat dilakukan cara
kultur teknis, mekanis, dan kimiawi.
1. Kultur
Teknis
Pergiliran
tanaman dengan menggunakan tanaman bukan inang, paling sedikit seama 1 musim
tanam di area yang pernah terjadi serangan berat.
2.
Mekanis
Pemantauan
serangga dengan menggunakan perangkap kuning berperekat. Perangkap ini
digunakan sebagai tindakan pencegahan ataupun sebagai pedoman saat yang tepat
untuk aplikasi insektisida. Cara ini cukup efektif menekan populasi hama
tersebut.
3.
Kimia
Dilakukan
dengan cara menyemprotkan insektisida sesuai dengan petunjuk penggunaan yang
terdapat pada labelnya.
c.
Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)
Upaya
pengendalian ulat kubis menurut (Rukmana, 1994) dapat dilakukan dengan cara
kultur teknis, biologi/musuh alami, dan kimiawi.
1. Kultur
Teknik
Pergiliran
tanaman yang bukan sefamili.
2. Hayati
(biologi) / Musuh alami
Dengan melepaskan predator atau
parasitoid seperti Diadegma Eucerophaga,
cotesia plutella, dan Diadegma semiclausum,
pada saat diketahui ambang kendali hama tersebut.
3.
Kimiawi
Menggunakan
insektisida selektif (insektisida mikroba) seperti : Dipel, Thuricide,
Bactospeine, Delfin, Florbac, Centari atau Agrimec.
d. Helopeltis antonii
Upaya
pengendalian Helopeltis menurut (Misnawi, 2008) dapat dilakukan dengan cara,
biologis dan kimiawi.
1. Pengendalian
Biologis
Helopeltis
juga dapat dilakukan dengan penyemprotan agen hayati berupa jamur
entomopatogen. Helopeltis yang disemprot akan terinfeksi B. Bassiana dan mati setelah 2 – 5 hari dilakukan penyemprotan.
Helopeltis yang mati akan jatuh ke tanah atau ada yang masih melekat pada
tanaman.
2. Pengendalian
Kimiawi
Menggunakan
insektisida pada areal yang terbatas merupakan cara yang umum digunakan karena
di anggap paling efektif, hemat, dan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya
pengaruh sampingan yang tidak menguntungkan.
e. Kumbang
Kubah (Epilachna
sparsa)
Upaya pengendalian Kumbang
kubah menurut (Suryanto, 2010) dapat dilakukan dengan cara kultur
mekanis dan pengendalian kimiawi.
1.
Mekanis
Pengambilan larva den imago kemudian dimusnahkan
2.
Pengendalian
Kimiawi
Penyemprotan
insektisida sistemik bila sudah ditemukan gejala serangan.
f.
Ulat Tanah
(Agrotis ipsilon)
Upaya
pengendalian Ulat tanah (Agrotis Ipsilon)
menurut (Tjahjadi, 1989) dapat dilakukan dengan cara mekanis, pengendalian
kimiawi, dan biologi/musuh alami.
1.
Mekanis
Dilakukan pembongkaran pada tanah tersebut kemudian ulatnya dibunuh.
2.
Kimiawi
Menaburkan
insektisida granular/butiran ke permukaan tanah.
3.
Biologi atau Musuh alami
Penggunaan musuh alami misalnya Tritaxys
braurei, Cuphocera varia dan jamur misalnya Botrytis sp.
g.
Lalat Buah (Bactrocera)
Upaya
pengendalian lalat buah (Bactrocera sp.)
dapat dilakukan dengan pengendalian mekanis menggunakan
jaring – jaring perangkap serta perangkap serangga dengan menggunakan perangkap
kuning berperekat. Perangkap ini digunakan sebagai tindakan pencegahan ataupun
sebagai pedoman saat yang tepat untuk aplikasi insektisida. Cara ini cukup
efektif menekan populasi hama tersebut.
h.
Uret (Holotrichia
javana)
Pada tanaman
kentang, hama ini membuat umbi yang sudah tua berlubang – lubang dan lalu
membusuk. Selain itu, akar dan tunas muda juga rusak. Serangan yang hebat dapat
berakibat kematian (Setiadi, 2009). Upaya
pengendalian Uret (holotrichia
javana) menurut (Setiadi, 2009) dapat dilakukan
dengan :
1.
Sementara ini pengendalian yang
dapat dilakukan hanya dengan menumbun dan menyiangi tanah di sekitar tanaman.
Sebab, bila tidak aktif hama tersebut menyukai tempat di dalam tanah pada
kedalaman 30 – 50cm bahkan 100cm.
2.
Pemanfaatan agensia
hayati bisa dilakukan untuk mengendalikan hama uret, seperti Metarrhizium
anisoplae, bisa didapatkan di kios pertanian terdekat.
5.3.2
Pembahasan Serangan OPT Dikaitkan dengan Konsep Ambang Ekonomi dan Ambang
Kerusakan
Dari hasil wawancara dengan Bapak
Purnomo didapatkan bahwa hama lalat buah, embug, dan orong-orong mengalami
peningkatan pada musim penghujan dan mencapai ambang ekonomi dan ambang
kerusakan. Hal ini sesuai dengan
setiawati et al (2008) yang mengatakan bahwa hama embug populasinya meningkat
saat musim hujan karena hama ini menyukai keadaan yang lembab. Sehingga
Bapak Purnomo melakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan
insektisida dengan interval penyemprotan 3-4 hari sekali.
Dari hasil wawancara dengan Bapak
Purnomo didapatkan bahwa tingkat serangan penyakit bercak ungu pada daun
kentang tinggi terutama pada musim penghujan. Sehingga Bapak Purnomo melakukan
pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan fungisida dengan interval
penyemprotan 3-4 hari sekali.
5.3.3
Keunggulan Pengendalian yang Diterapkan Oleh Petani
Dalam pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman Bapak Purnomo menggunakan pestisida nabati dan pestisida
kimia, varietas tahan dan kultur teknis. Adapun keunggulan dari masing-masing
jenis pengendalian menurut Bapak
Purnomo , diantaranya adalah :
1.
Keunggulan pengendalian
dengan Pestisida Nabati
·
Rasa lebih enak dan
tidak getir
·
Harga lebih murah
·
Tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan
·
Tidak berdampak
negative terhadap kesehatan masyarakat sekitar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan wagiman (2008)
bahwa keunggulan dan keuntungan pengendalian dengan pestisida hayati adalah :
· Tingkat
keberhasilan pengendalian hama yang tinggi dengan biaya yang rendah dalam periode waktu yang lama.
· Agens pengendalian hayati aktif mencari inang atau
mangsanya, tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika populasi inang atau
mangsanya.
· Pengendalian
hayati tidak berpengaruh negatif terhadap manusia dan lingkungan.
· Beberapa
tipe agens pengendalian hayati dapat digunakan sebagai insektisida hayati.
· Umumnya
spesies hama tidak mampu berkembang menjadi resisten terhadap agens
pengendalian hayati.
2. Keunggulan
pengendalian dengan Pestisida Kimia
·
Efektif untuk
mengendalikan hama pada tanaman kentang
·
Hasil lebih banyak dibandingkan
pengendalian dengan pestisida nabati
·
Efektif untuk menekan
populasi hama
·
Reaksinya cepat
Hal
ini sesui dengan pernyataan Untung (2002) dalam Nurawan (2012) bahwa pestisida
kimia masih dianggap sebagai teknik pengendalian OPT yang ampuh, efektif untuk
menekan populasi hama, dan lebih efisien.
3. Keunggulan
pengendalian dengan Kultur Teknis
Berdasarkan
hasil Fieldtrip, pengendalian dengan kultur teknis yang digunakan oleh Bapak
Purnomo memiliki keunggulan sebagai berikut :
· Perbanyakan
benih dengan cepat
· Menggunakan
varietas tahan
· Pengolahan
tanah
· Rotasi
tanaman
Hal
ini sesuai dengan pernyataan Karjadi (1996) dalam Lembang (2008) bahwa
Penggunaan teknik perbanyakan cepat dalam program perbenihan kentang
dimaksudkan untuk mempercepat masa penyediaan benih di samping meningkatkan
jumlahnya dengan kualitas terjaga. Dari beberapa hasil penelitian ternyata
perbanyakan cepat ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas benih kentang
dalam waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan
hasil Fieldtrip, varietas tahan yang digunakan oleh Bapak Purnomo adalah
Granola Kembang yang merupakan benih lokal Keunggulan dari varietas tersebut
adalah :
·
Sangat efektif
dibandingkan varietas luar
·
Tahan terhadap bercak
ungu
·
Hasil lebih banyak jika
dibandingkan varietas luar
Hal ini sesuai dengan pernyataan Chujoy
et al., (1999) dalam Lembang (2008) bahwa sampai dengan saat ini varietas
Granola merupakan satu- satunya varietas yang mendominasi produksi kentang
karena berdaya hasil tinggi, berumur pendek dan memiliki daya adaptasi luas.
5.3.4
Analisis Keadaan Pertanian Yang Ada Di Lokasi Pengamatan
Keadaan lahan pertanian pada daerah ini
pada awalnya menggunakan sistem pertanian organik. Tetapi seiring berjalannya
waktu, pertanian dengan sistem organik tersebut lama-lama kurang efektif karena
membutuhkan waktu yang lama, membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan
juga membutuhkan waktu yang relatif lama serta sulitnya dalam pengendalian OPT maka
dari itu petani daerah tersebut mulai meninggalkan sistem pertanian tersebut
meskipun tidak seluruhnya ditinggalkan.
Setelah petani meninggalkan sistem
pertanian organik petani mulai menggunakan pertanian konvensional atau
anorganik. Menurut petani daerah tersebut pertanian dengan sistem anorganik
lebih efisien, lebih menghemat waktu dan juga dari segi biaya lebih hemat
daripada sistem pertanian organik.
Jenis
pemupukan pada pertanian ini rata-rata menggunakan pupuk anorganik atau pupuk
kimia. Hal ini sesuai dengan (Sutrisna, 2014) yang mengatakan
bahwa penggunaan pupuk NPK berbasis amoniumnitrat
relatif lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman kentang dan dapat meningkatkan
produktivitas kentang pada lahan dataran tinggi.
Dan pada pertanian ini petani tidak
pernah menggunakan mulsa karena tingkat kerugiannya besar dan karena petani
berpendapat bahwa mulsa berpengaruh terhadap kerusakan tanah karena pada serap
air yang sangat tinggi pada daerah tersebut ( jika dibandingkan dengan malang
dan batu perbandingannya bisa mencapai 50:100).
Pada pola penggunaan lahannya sistem
pertanian ini menggunakan sistem pertanian monkultur yaitu dengan 80 %
mayoritas ditanam kentang dan sisanya ditanami dengan wortel dan brokoli dan ada
juga tanaman tahunan jenis bunga.
Pada pengendalian OPT petani menggunakan
pestisida kimia dan pestisida nabati, tapi persentase yang digunakan adalah 85%
pestisida kimia dan 15 % pestisida nabati. Pada pestisida kimia petani biasa
menggunakan pestisida jenis regent, diaksinon, raksi untuk memberantas
orong-orong pada kentang, kemudian menggunakan pestisida dakonin untuk
memberantas penyakit bercak ungu pada daun kentang. Aplikasi penggunaan
pestisida ini tergantung dengan serangan OPT, jika pada musim hujan maka
interval penyemprotan 3-4 hari sekali. Selain menggunakan pestisida kimia
petani tersebut juga menggunakan pestisida nabati yang diolah sendiri yang
terbuat dari daun mimba dan sirih merah, pestisida ini bukan berfungsi mematikan
OPT tetapi hanya berfungsi mengusir OPT.
5.
3.5 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Mengendalikan OPT
Musuh alami adalah segala organisme
(predator, parasitoid dan pathogen) yang dibudidayakan atau dipelihara maupun berkembang secara alami
tanpa bantuan manusia yang bertujuan mengurangi ataupunmembasmi OPT yang
merusak tanaman (Nakazawa, 1993).
Musuh alami berpotensi untuk
pengendalian hayati tanaman budidaya, karena musuh alami dengan sendirinya
dapat membunuh dan mengendalikan jumlah musuh alami. Menurut
Jumar (2000), pengendalian hayati
dengan musuh alami memiliki keuntungan yaitu :
1.
Aman artinya tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan dan
keracunan pada manusia dan ternak.
2.
Tidak menyebabkan
resistensi hama.
3.
Musuh alami bekerja
secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya
4.
Bersifat permanen untuk
jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah stabil atau
telah terjadi keseimbangan antara hama
dan musuh alaminya.
Selain keuntungan dalam pengendalian
hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan pengendalian hayati dengan musuh
alami seperti :
1.
Hasilnya sulit
diramalkan dalam waktu yang singkat.
2.
Diperlukan biaya yang
cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana
dan prasarana.
3.
Dalam hal pembiakan di
laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh alami menghendaki
kondisi lingkungan yang khusus.
4.
Teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai.
Setiap Ordo
serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini ada beberapa
ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian
hayati.Ordo-ordo tersebut adalah :
1.
Coleoptera
Misalnya Colpodesrupitarsis
dan C. saphyrinus sebagai
predator ulat penggulung daun Palagium
sp. Harmoniaoctamaculata ( Famili Coccniellidae) sebagai predator kutu Jassidae dan Aphididae.
2.
Orthoptera
Misalnya Conocephalus
longipennis sebagai predator dari
telurdan larva pengerek batang padi dan walangsangit.
3.
Diptera
Misalkan Philodicus
javanicus danOmmatius conopsoides sebagai
predator serangga lain. Syrphus serrarius
sebagai predator berbagai jenis aphids.
4.
Ordonata
Misalnya Agriocnemis
feminafemina dan Agriocnemis pygmaea sebagai
predator werengcoklatdan ngengat hama putih palsu. Anaxjunius sebagai predator dari beberapa jenis ngengat.
5.
Hemiptera
Misalnya Cyrtorhinus
lividipenis sebagai predator telur dan
nimfa wereng coklat dan wereng hijau.
6.
Neuroptera
Misalnya Chrysopa
sp.sebagai predator berbagai hamaApids
sp.
7.
Hyminoptera
Misalnya Oecophylla
smaragdina sebagai predator hama tanaman jeruk
Pada lahan
komoditas kentang dalam pengamatan dan pencarian tidak ditemukan musuh alami
satupun, dikarenakan menurut Bapak Purnomo dalam pengendalian hama dilakukan
dengan penyemprotan pestisida sehingga tidak di temukan musuh alami, sehingga
bisa dikatakan bahwa musuh alami ikut mati bersama dengan hama yang di basmi
karena semptotan pestisida tersebut.
5.3.6 Rekomendasi Terhadap
Kegiatan Budidaya yang Ada Di Lokasi Fieldtrip
Sistem pemupukan dan pengendalian OPT yang
dilakukan pada desa sumber Brantas
adalah dengan memakai kimia.Sehingga peran dan populasi musuh alami pada lahan
ini rendah. Sisa hasil panen dari kentang biasa nya dibakar dengan cara
disemprot herbisida dan dibiarkan selama 30 hari baru kentang nya di panen.
Penggunaan pestisida sendiri menimbulkan efek samping yang sangat serius,efek
samping dari penggunaan pestisida adalah meningkatnya resistensi gulma, Hama
terhadap pestisida serta meninggalkan residu dalam tanah . Hal ini sesuai
dengan (Foes et al.,1999) yang
mengatakan bahwa aplikasi pestisida merupakan salah satu penentu keberhasilan
dalam sistem pertanian. Akan tetapi, aplikasi pestisida ini telah menyebabkan
meningkatnya resistensi gulma dan hama terhadap pestisida. Karena penggunaan
pestisida yang terus menerus pada lahan tersebut menyebabkan lingkungan sekitar
dapat tercemar karena adanya residu.
Rekomendasi terhadap kegiatan budidaya
yang ada di Desa Sumberbrantas adalah mengurangi intensitas penggunaan
pestisida kimia dalam hal pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida nabati
serta mulai menerapkan pengendalian OPT dengan sistem PHT. Selain itu pengendalian
gulma secara alternatif dapat dilakukan
secara mekanik atau kimiawi.
Penggunaan lahan pada desa sumber
brantas adalah monokultur yang berarti menanam satu jenis tanaman pada satu
areal. Ada beberapa kelebihan dan kelemahan monokultur. Kelemahannya sendiri
adalah mempercepat penyebaran organisme pengganggu(OPT) karena satu areal
tersebut di Tanami satu tanaman yang sama yang berarti hama nya juga sama.
Kelebihan lahan monokultur adalah penggunaan lahan menjadi lebih efisien. Hal
ini sesuai dengan (Departemen Pertanian, 2009), yang mengatakan Monokultur menjadikan
penggunaan lahan yang efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan
secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja
karena kenampakan lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman
kultivar mempercepat penyebaran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti
hama dan penyakit tanaman. Sehingga
rekomendasi yang dapat diberikan pada lahan budidaya adalah dengan menggunakan
tumpang sari. Sebab dengan monokultur penyebaran OPT menjadi lebih cepat
sehingga petani bisa saja dirugikan sewaktu waktu jika OPTnya menyerang.
Pada lahan tidak terlihat petani yang
menggunakan mulsa alasannya karena ada dampak kerusakan pada tanah. Kerusakan
tanah di lahan tersebut sebenarnya diakibatkan karena hanya ada beberapa
tanaman tahunan di sekitar lahan yang dapat membantu memegang tanah. Pada
dasarnya tanah mampu mempengaruhi erosi karena adanya a) intersepsi air hujan
oeh tajuk dan absorbsi melalui energi air hujan,sehingga memperkecil erosi,
b)pengaruh struktur tanah terhadap penyebaran akar-akarnya, c) pengaruh
terhadap limpasan permukaan, d) peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam
tanah, e)peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi (Nakazawa,
1993).
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil fieldtrip yang telah
di lakukan dapat disimpulkan bahwa jenis komoditas tanaman yang dibudidayakan
oleh narasumber kami, Bapak
Purnomo anggota kelompok
tani Anjasmoro, Dusun
Krajan Desa Sumber Brantas RT 04 RW 03 Kota Batu Malang ialah kentang, wortel, brokoli,
kubis, sawi dan bawang pre,dengan komoditas utama yang ditanam tanaman kentang. Bapak Purnomo mengelola budidaya
tanaman pada luas lahan total 3 hektar yaitu : 2,5 hektar lahan milik pribadi
dan 0,5 hektar lahan sewa, dengan jenis lahan berupa tegalan. Sistem tanam pada
lahan yang diamati adalah sistem Monokultur.
Pada pengelolaan tanaman budidaya
tersebut Pak Purnomo menggunakan pertanian konvensional yaitu dengan menggunakan pestisida kimia
dalam pengendalian dan pembasmian hama, penyakit serta gulma yang menyerang, Pak
Purnomo juga menggunakan pestisida nabati berbahan sirih merah, buah gadung dan
mimba.
Pada fieltrip kali ini, kami mengamati
pada salah satu komoditas tanaman yang dibudidaya oleh bapak Purnomo, yakni:
komoditas kentang. Dalam hal penanggulangan
hama dan penyakit pada komoditas kentang, bapak Purnomo mengendalikan OPT dengan penyemprotan pestisida yang dilakukan bergantian
antara pestisida nabati dan kimia.
Serangan penyakit yang sering menyerang
pada budidaya komoditas kentang ini ialah bercak ungu pada daun kentang.
Terutama pada musim hujan Dan hama yang sering menyerang adalah lalat buah,
embug, dan orong-orong.
6.2 Saran
Untuk kegiatan budidaya dilahan Dusun
Krajan Desa Sumber brantas sebaiknya lebih mengurangi penggunaan pestisida
kimia atau pupuk kimia untuk memelihara keseimbangan ekosistem serta menjaga
kesehatan tanah dengan cara mengendalikan OPT dengan sistem PHT (pengendalian
hama terpadu)