Jumat, 15 Januari 2016

Laporan Besar Praktikum Dasar Perlindungan Tanaman

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Tanaman merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam menunjang kehidupan sehari-harinya khususnya dalam hal pangan. Semua jenis tumbuhan mempunyai hama dan penyakit masing-masing yang menyerang.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi penyakit, hama dan gulma. Hama adalah organisme perusak tanaman pada akar, batang, daun atau bagian tanamn lainnya sehingga tanaman tidak tumbuh dengan baik.Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing nematoda). Gulma adalah tumbuhan yang tumbuhnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai competitor tanaman budidaya dalam menyerap unsur hara, air maupun cahaya. Selain itu lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti halnya kelembaban, suhu, air dan lain-lain karena perkembangan hama dan penyebaran penyakit dipengaruhi lingkungan.
Perlindungan tanaman dapat diartikan sebagai segala usaha yang dilakukan manusia untuk melindungi tanaman dari hambatan atau gangguan yang berasal dari luar, yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Maka dari itu diperlukannya perlindungan tanaman pada kegiatan budidaya pertanian agar kerugian yang ditimbulkan organisme pengganggu tanaman tidak semakin besar sehingga penurunan kualitas dan kuantitas hasil dapat dicegah.

1.2  Tujuan
Tujuan dari fieldtrip ini yaitu Untuk mengatahui hama dan penyakit pada tanaman kentang, Untuk mengetahui jenis penggunaan lahan pada desa Sumber Brantas, Untuk mengetahui sistem tanam pada Desa Sumber Brantas Serta untuk mengetahui pengendalian organisme pengganggu tanaman yang digunakan.

1.3    Manfaat
Manfaat dari Fieldtrip ini adalah praktikan mampu mengetahui hama dan penyakit tanaman yang menyerang komoditas kentang pada Desa Sumber Brantas, serta mengetahui cara pengendalian Organisme pengganggu tanaman komoditas kentang pada DesaSumberBrantas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Komoditas Tanaman Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan tanaman sayuran semusim,berumur pendek kurang lebih hanya 90–180 hari dan berbentuk perdu atau semak dan Bervariasi sesuai varietasnya (Samadi,1997).
Dalam sistematika tumbuhan, menurut Setiadi (2009), tanaman kentang diklasifikasikan ke dalam :

Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Solanales
Familia             : Solanaceae
Genus              : Solanum
Spesies             : Solanum tuberosum L.
Rukmana (1997), menyatakan kentang merupakan tanaman yang berbentuk semak atau herba, dengan susunan utama terdiri atas stolon, umbi, batang, daun, bunga, buah dan biji serta akar. Stolon merupakan tunas lateral yang tumbuh dari ketiak daun di bawah permukaan tanah. Stolon tumbuh memanjang dan melengkung di bagian ujungnya, kemudian membesar dan membengkak untuk membentuk umbi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Batang tanaman kentang berbentuk bulat dan persegi, berbuku-buku dan berongga dengan pertumbuhan batang tegak, menyebar, atau menjalar. Batang tanaman kentang di atas permukaan tanah berwarna hijau, hijau kemerahan atau hijau keunguan.
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk poling atau bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk sudut kurang dari 45o atau lebih besar 45o. Pada dasar tangkai daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder (Rukmana, 1997).
 Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar tanaman berwarna keputih–putihan dan halus berukuran sangat kecil. Di antara akar–akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi (stolon) yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang. Akar tanaman berfungsi menyerap zat–zat yang diperlukan tanaman dan untuk memperkokoh berdirinya tanaman (Samadi, 1997).
Bunga kentang berkelamin dua (hermaphroditus) yang tersusun dalam rangkaian bunga atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap karangan bunga memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna bunga bervariasi : putih, merah, biru. Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota (corolla), benang sari (stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putih 1 buah. Bunga bersifat protogami, takni putik lebih cepat masak daripada tepung sari. Sistem penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana, 1997).
Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 1997). Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang beracun dan berbahaya bagi yang memakannya. Racun solanin akan berkurang atau hilang apabila umbi telah tua sehingga aman untuk dimakan. Tetapi racun solanin tidak dapat hilang apabila umbi tersebut keluar dari tanah dan terkena sinar matahari. Umbi kentang yang masih mengandung racun solanin berwarna hijau walaupun telah tua (Samadi, 1997).

2.2  Hama Pada Komoditas Kentang
Menurut Rukmana (1997), hama yang menyerang tanaman kentang antara lain :
a.       Hama Ulat grayak (Spodoptera litura)
      Gejala : Ulat menyerang daun dengan memakan bagian ephidermis dan jaringan hingga habis daunnya.
Pengendalian :
1.    Pengendalian mekanis dengan memangkas daun yang telah ditempeli telur.
2.    Pengendalian kimia dengan Azordin, Diazinon 60 EC, Sumithion 50 EC  Pengendalian dengan menggunakan pestisida hanya dilakukan bila populasi ulat grayak mencapai ambang pengendalian dengan azas 6 tepat (jenis, dosis, konsentrasi, cara, waktu dan sasaran) dan dilakukan penyemprotan pada malam hari, dengan cara ini hasilnya lebih efektif.
3.    Pengendalian secara biologi antara lain dengan memanfaatkan predator laba-laba antara lain Oxyopes sp, Lycosa sp dan parasitoid Eurytoma poloni, penggunaan jamur patogen serta menggunakan serangga lain Beauveria bassiana.
4.    Pembersihan/sanitasi lingkungan disekitar lahan pesemaian/ pertanaman;
b.      Kutu daun (Aphis Sp)
      Gejala : Kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus bagi tanaman kedelai.
      Pengendalian :
1.     Dengan cara memotong dan membakar daun yang terinfeksi.
2.     Menyemprotkan Roxion 40 EC, Dicarzol 25 SP.
c.       Orong – orong (Gryllotalpa Sp)
      Gejala : Menyerang umbi , akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman menjadi peka terhadap infeksi bakteri.
      Pengendalian : Menggunakan tepung Sevin 85 S yang dicampur dengan pupuk kandang.
d.      Hama penggerek umbi (Phtoremae poerculella Zael)
      Gejala : Pada daun yang berwarna merah tua dan terlihat adanya jalinan seperti benang yang berwarna kelabu yang merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila di belah, akan terlihat adanya lubang – lubang karena sebagian umbi telah dimakan.
      Pengandalian : Secara kimia menggunakan Selecron 500 EC, Ekalux 25 EC, Orthene & 5 SP.
e.        Thrips tabaci
      Gejala : Pada daun terdapat bercak – bercak berwarna putih, selanjutnya berubah menjadi abu–abu perak dan kemudian mengering. Serangan ini dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda.
      Pengendalian :
1.    Dengan cara memangkas daun yang terserang.
2.    Menggunakan Basudin 60 EC, Mitac 200 EC, Diazenon, Bayrusil 25 EC atau Dicarzol 25 SP.

2.3    Penyakit Pada Komoditas Kentang
Menurut ( Joko, 2007 ) Penyakit yang menyerang tanaman kentang antara lain :
a.       Kudis
Penyakit kudis pada tanaman kentang disebabkan oleh cendawan Streptomyces scabies. Gejala tanaman yang umbinya berkudis tidak tampak dari luar, biasanya umbi yang sakit mempunyai sisik dan bisul bergabus pada permukaan, jaringan daging yang terletak dibawahnya menjadi kecoklatan. Umbi yang berkudis lebih cepat menjadi busuk, terutama jika dibiarkan dalam tanah setelah tanaman mati.
Cara hidup cendawan ini dapat terbawwa benih, air, dan angin serta dapat bertahan dalam perut hewan yang memakannya, sehingga dapat tersebar kemana-mana melalui pupuk kandang.  Faktor yang mempengaruhi yaitu:
1.      Penanaman kentang pada PH tanah 5,2 atau kurang menghasilkan umbi kentang tidak terserang kudis.
2.      Umbi berkudis banyak dijumpai pada suhu 230C.
3.      Umbi pada tanah yang lembab bebas dari serangan kudis.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu :
1.      Rotasi tanaman.
2.      Menggunakan umbi bibit yang bebas penakit.
3.      Memendam bahan tanaman yang masih hijau pada tanah yang akan di tanami kentang.
4.      Menurunkan PH tanah, menggunakan belerang.
b.      Busuk kering
Busuk kering pada tanaman tomat disebabkan cendawan  Alternaria Solani. Gejala tanaman yang terserang busuk kering mula- mula pada daun-daun tua terdapat bercak-bercak kecil agak bulat, berbatas tegas, tersebar tidak teratur, warna cokelat tua. Bercak meluas dengan lambat, mempunyai cincin-cincin yang sepusat. Bercak mulai tampak setelah tanaman berumur lebih dari 6 minggu. Bercak juga dapat menyerang umbi, berwarna gelap, kering, berkerut, keras, dan agak mengendap.
Cara hidup jamur Alternaria Solani dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit. Miselium dapat hidup pada daun-daun sakit selama 1 tahun lebih, sedang konidium tetap hidup selama 17 bulan pada suhu kamar. Pembentukan konidium pada umumnya dimulai bila bercak mempunyai diameter kurang lebih 3 mm. Konidium banyak dibentuk pada saat terdapat banyak embun dan hujan. Konidium yang terbentuk mudah lepas dan mudah dipencarkan oleh angin. Kumbang permukaan daun dapat membantu pemencaran jamur ini. Tanaman inang lain: tomat, terong, ranti, dan kecubung.
Faktor yang berpengaruh: Tanaman yang kurang subur cenderung lebih peka terhadap penyakit. Tanaman lebih rentan setelah membentuk umbi.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu :
1.    Pergiliran tanaman
2.     Pemanfaatan musuh alami
c.       Busuk daun
Busuk daun pada tanaman kentang disebabkan oleh jamur phytophthora infestans. Gejala tanaman yang terserang yaitu tampak pada tanaman berumur 1 bulan. Tepi dan ujung daun yang sakit berbercak nekrotis. Bila kelembaban dan suhu tinggi, bercak akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Dalam cuaca kering jumlah bercak terbatas, segera mengering, dan tidak meluas.
Cara hidup cendawan ini yaitu konidium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa baru atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara. Jamur dapat mempertahankan diri dari musim ke musim dalam umbi-umbi yang sakit. Kalau umbi sakit ditanam, jamur dapat naik ke tunas muda yang baru tumbuh dan membentuk banyak konidium dan sporangium. Konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman di sekitarnya.
Faktor yang mempengaruhi: Kelembaban dan suhu tinggi sangat membantu perkembangan penyakit. Selain itu curah hujan yang tinggi mendorong perkembangan penyakit.
Pengendalian:
1.    Hanya menanam umbi-umbi benih yang sehat.
2.    Pemanfaatan musuh alami


d.      Layu bakteri
Layu bakteri pada tanaman kentang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala tanaman yang terserang yaitu daun-daun layu, dimulai dari daun-daun muda (ujung). Jika batang dipotong, terlihat berkas pembuluh berwarna cokelat. Jika bagian tersebut ditekan, dari lingkaran berkas pembuluh keluar massa lendir berwarna keabuan. Umbi kentang juga dapat terserang. Yaitu ujung umbi terdapat bagian yang mengendap dan berwarna hitam. Jika umbi dipotong tampak adanya jaringan busuk berwarna cokelat, sedang pada lingkaran berkas pembuluh umbi terdapat lendir berwarna cokelat muda sampai kelabu. Umbi dapat menjadi busuk lunak.
Cara hidup bakteri ini dapat terangkut air, tanah yang terinfeksi, dan umbi bibit. Meskipun bakteri dapat menginfeksi bagian-bagian tanaman yang utuh di bawah tanah, namun infeksi juga dibantu oleh adanya luka. Tanaman inang lain dari penaykit ini yaitu tomat, cabai, terung, tembakau, dan kacang tanah.
Faktor yang mempengaruhi yaitu penyakit berkembang ketika terdapat banyak hujan dan suhu udara tinggi. Adanya gulma yang peka akan meningkatkan penyakit layu pada pertanaman kentang berikutnya
Pengendalian:
1.     Rotasi tanaman
2.     Drainase yang baik pada tanah yang basah
3.     Penggunaan umbi bibit yang sehat.
4.     Pemberian mulsa.
5.     Pemanfaatan musuh alami
e.       Daun menggulung
Daun menggulung pada tanaman kentang disebabkan oleh Virus Corium solani. Gejala dari serangan ini adalah daun-daun tanaman yang sakit menggulung ke atas, dari tepi ke arah ibu tulang, kadang-kadang menyerupai tabung. Jika di pegang daun terasa lebih kaku. Daun tanaman sakit lebih pucat, kurus, dan tegak dari pada daun sehat. Tanaman sakit biasanya hanya menghasilkan umbi-umbi keci. Umbi yang mengandung virus dapat bertahan lama dalam tanah.
Cara hidup dari virus ini yaitu penyakit dapat ditularkan melalui beberapa macam  kutu daun. Penyakit tidak dapat menular secara mekanis. Virus dapat menular ketanaman kentang liar, tomat, kecubung, dan ciplukan.
Faktor yang mempengaruhi yaitu adanya vector pembantu penyebaran virus dan varietas kentang mempunyai ketahanan yang rendah.
Pengendalian:
1.    Penaanaman umbi bibit yang bebas virus.
2.      Penanaman varietas tahan.
3.      Perlakuan pemanasan umbi, penyimpanan umbi pada suhu 360C selama 40 hari.
4.      Sanitasi, tanaman yang menampakkan gejala menggulung harus cepat di cabut dan di musnahkan.
5.      Pemanfaatan musuh alami.

BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1 Lokasi Fieldtrip
Fieldtrip dilaksanakan pada hari rabu, 09 Desember 2015, di Dusun Krajan Desa Sumber Brantas RT 04 RW 03 Kota Batu malang.  Lokasi pengamatan di daerah Sumber Brantas merupakan  lahan  milik Pak Purnomo yang merupakan salah satu anggota dari kelompok tani Anjasmoro 05 dengan  luas lahan total 3 hektar yaitu : 2,5 hektar lahan milik pribadi dan 0,5 hektar lahan sewa. Dengan komoditas utama yang ditanam tanaman kentang.

3.2 Sejarah Lahan
Pada awalnya lahan di Desa Sumber Brantas adalah hutan, kemudian pada masa penjajahan jepang hutan itu diubah menjadi lahan pertanian kemudian setelah Indonesia merdeka lahan tersebut turun temurun menjadi hak milik warga  sampai sekarang.

3.3 Penggunaan Lahan
3.3.1 Jenis Penggunaan Lahan
Lahan yang digunahan adalah jenis lahan tegalan, dan jenis tanaman yang di budidayakan adalah kentang, wortel, brokoli, kubis, sawi, dan bawang pre. dengan komoditas utama yang ditanam tanaman kentang.

3.3.2   Sistem Tanam  Yang  Ada Di Lokasi Pengamatan
Berdasarkan  hasil wawancara dengan Pak Purnomo, sistem  tanam pada lahan yang diamati adalah  sistem Monokultur. Pertanian Monokultur adalah pertanian yang hanya menggunakan  satu jenis vegetasi yang di tanam. Penggunaan sistem pertanian monokultur ada dampak positif dan negatifnya, khususnya dampak dari pencemaran tanah (struktur dan tekstur tanah yang berubah) sehingga berakibat tanah yang sebelumnya bersifat subur untuk ditanami menjadi kurang subur.  Kelebihan dan kekurangan dari sistem monokuktur:
a.       Kelebihan
Mengintensifkan suatu komoditas pertanian serta lebih efisien dalam pengelolaan yang nantinya diharapkan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.


b.      Kelemahan
Pola monokultur menyebabkan meledaknya populasi hama yang menurunkan hasil panen. Kerugian lain adalah tidak adanya nilai tambah komoditas lain karena tidak adanya komoditas lain yang ditanam bersama dengan komoditas utama.
Dalam lahan pertanian yang diamati pola sistem tanam monokultur mayoritas hampir 80% kentang sisanya woterl dan brokoli.

3.3.3 Jenis Komoditas yang Ada Di Lokasi Fieldtrip
Jenis komoditaas yang ada pada lahan Dusun Krajan Desa Sumber Brantas antara lain: Kentang, wortel, bawang pre dan brokoli. Tetapi pada lahan tersebut komoditas utama yang ditanam yaitu tanaman kentang.

3.3.4 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Mengendalikan OPT
Pemanfaatan musuh alami sebagai agens hayati pada tanaman sayuran mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengendalian OPT . Untuk dapat diterima semua pihak, penggunaan  musuh alami dalam pengendalian OPT perlu dikembangkan, sehingga dihasilkan suatu cara pengendalian yang walaupun bersifat alami tetapi tetap efektif dan efisien bila dipalikasikan untuk mengendalikan OPT. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Purnomo bahwa pengendalian OPT sendiri dengan pestisida karena jumlah nya musuh alami yang hilang ataupun spesies OPT yang lebih besar daripada jumlah musuh alami nya.



BAB IV
METODE PELAKSANAAN

4.1 Tempat dan Waktu
            Kegiatan fieldtrip dilaksanakan  pada hari Rabu, 09 Desember 2015 di Dusun Krajan Desa Sumber Brantas,  RT 04 RW 03 Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Malang  pukul 13.00 WIB – selesai.

4.2 Alat dan Bahan
            a. Alat :
Tabel.1      
No
Alat
Fungsi
1.
Sweepnet
Untuk menangkap hama
2.
Toples
Sebagai tempat hama yang ditemukan
3.
Alat Tulis
Untuk dokumentasi
4.
Kamera
Untuk mendokumentasikan hasil yang didapat
5.
Alat tulis
Untuk mencatat hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan petani
6.
Kertas Kuesioner
Untuk wawancara

            b. Bahan :
Tabel.2
No
Bahan
Fungsi
1.
Alkohol
Untuk membius hama
2.
Plastik klip
Sebagai wadah hama


4.3 Metode Pengamatan
            4.3.1  Pengamatan Hama

4.3.2 Pengamatan Penyakit
 



4.3.3 Pengamatan Musuh Alami


4.3.4   Pengamatan Pengolahan Tanah Atau Faktor Edafik
 






4.3.5 Pengamatan Pengunaan Pestisida


4.3.6 Pengamatan Pengunaan Varietas Tahan




















BAB V
HASIL dan PEMBAHASAN

5.1 Hasil
5.1.1 Hama Yang Ditemukan
A.       Lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis)






Gambar 1. Lalat penggorok daun ((Liriomyza huidobrensis))

Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Diptera
Family             : Agromyzidae
Genus              : Liriomyza
Species                        : Liriomyza huidobrensis (Kalshoven, 1981).

Gejala serangan lalat penggorok daun pada tanaman mudah dikenali dengan adanya liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun. Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan terlihat larva yang aktif bergerak. Larva hidup dan makan didalam liang korokan. Pada satu helai daun dapat dijumpai lebih dari satu liang korokan. Pada serangan lanjut, warna liang korokan menjadi kecoklatan, daun layu dan gugur (Kalshoven, 1981).




B.        Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)






Gambar 2. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Divisi               : Arthropoda
Class                : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Family            : Noctuidae
Genus             : Spodoptera
Spesies             : Spodoptera litura F. (Kalsoven, 1981).
                                                                                                           
Ulat grayak aktif makan pada malam hari, meninggalkan epidermis atas dan tulang daun sehingga daun yang terserang dari jauh terlihat berwarna putih Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau Selain pada daun, ulat dewasa makan polong muda dan tulang daun muda, sedangkan pada daun yang tua, tulang-tulangnya akan tersisa. Selain menyerang kedelai, ulat grayak juga menyerang jagung, kentang, tembakau, kacang hijau, bayam dan kubis (Kalsoven, 1981)






C.       Ngengat penggerek daun dan umbi (Phthorimaea operculella Zel)







Gambar 3. Ngengat penggerek daun dan umbi (Phthorimaea operculella Zel)

Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Famili              : Gelechiidae
Genus              : Phthorimaea
Spesies             : Phthorimaea operculella Zel (Kalsoven, 1981).

Di Jawa Barat OPT ini disebut ‘ulat taromi’ atau ‘salisip’. Selain menggerek umbi kentang di gudang, OPT ini juga dapat merusak daun pada pertanaman kentang di lapangan. Ngengat berwarna coklat kelabu, kecil dan aktif pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian daun atau pada rak-rak penyimpanan umbi di gudang. Lama hidup ngengat betina berkisar antara 7 - 16 hari, sedangkan lama hidup ngengat jantan berkisar antara 3 - 9 hari. Telur berukuran kecil, agak lonjong atau berbentuk bulat panjang, diletakkan pada permukaan bawah daun atau pada permukaan umbi yang tersembul di permukaan tanah.
Di gudang, telur hampir selalu diletakkan pada permukaan atas umbi di sekitar mata tunas. Larva berwarna putih sampai kuning, tetapi dapat pula berwarna kehijau-hijauan. Larva memakan daun dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada umbi. Panjang larva yang sudah berkembang sempurna sekitar 1 cm. Stadium larva berkisar antara 10 - 16 hari.
Pupa terdapat dalam kokon yang tertutup oleh butiran ­tanah. Di dalam gudang, pupa terdapat pada bagian luar umbi, biasanya pada mata tunas atau pada rak-rak gudang penyimpanan kentang. Lama stadium pupa adalah 6 - 9 hari.
Hama penggerek daun atau umbi tersebut menyebar di daerah sentra produksi kentang, antara lain di DI Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara.
Gejala serangan pada daun yang terserang terlihat berwarna merah tua dan nampak adanya jalinan seperti benang yang membungkus ulat kecil berwarna kelabu.  Kadang-kadang daun kentang menggulung yang disebabkan oleh ulat yang merusak permukaan daun sebelah atas, bersembunyi dalam gulungan daun tersebut.
Gejala serangan pada umbi dapat dilihat dengan adanya kotoran yang berwarna coklat tua pada kulit umbi.  Apabila umbi tersebut dibelah akan kelihatan alur-alur yang dibuat oleh ulat sewaktu memakan umbi. Kerusakan berat pada pertanaman kentang sering terjadi pada musim kemarau.  Di dalam gudang penyimpanan, hama tersebut merusak bibit kentang yang disimpan selama 3 – 5 bulan sebelum tanam. Tanaman inang OPT ini adalah tanaman kentang, tomat, kecubung, bit gula, terung dan tembakau. (Setiawati et al. 1998).
D.    Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)






Gambar 4. Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)
Klasifikasi :
Kingdom         :Animalia
Phylum            :Arthropoda
Kelas  
            :Insecta
Ordo   
            :Lepidoptera
Famili 
            :Plutellidae
Genus 
            :Plutella
Spesies
             :Plutella  xylostella L Kalshoven ,1981)

Ulat kubis ini siklus hidupnya sekitar 21 hari, ngengatnya aktif pada senja dan malam hari. Stadium hama yang paling membahayakan adalah larva (ulat). Larva ini terdiri atas empat instar, dan ukuran yang paling besar sepanjang satu centimeter (cm).
Gejala serangannya daun berlubang – berlubang kecil dan jika serangan berat tinggal tulang – tulang daunnya saja. Bila ulat Plutella tersentuh, akan menggeliat lalu menjatuhkan diri dengan alat bantu benang sutera yang di bentuknya. Serangan yang berat dan hebat biasanya terjadi pada musim kemarau (Rukmana, 1994).

E.     Lalat Buah
Description: G:\Untitled 2.png




Gambar 5. Lalat Buah (Bactrocera sp.)

Klasifikasi
Kingdom                : Animalia
Filum                      : Arthropoda
Kelas                       : Insecta
Ordo                       : Diptera
Famili                      : Tephritida
Genus                     : Bactrocera
Spesies                    : Bactrocera sp. (Kalsoven, 1981

Lalat buah betina menusuk kulit buah dengan ovipositornya sehingga buah akan mengeluarkan getah. Getah tersebut menarik perhatian lalat lain untuk datang dan memakan atau bertelur. Tusukan tersebut juga menyebabkan bentuk buah menjadi jelek, berbonjol, dan kadang menyebabkan kerontokan. Selain itu, cendawan pembusukan kadang datang sehingga terjadi perubahan warna dan pembusukan buah. Biasanya dengan datangnya serangga dan cendawan, buah menjadi rusak atau pecah (Pracaya, 2009).

F.      Helolpeltis antonii






Gambar 6. Helolpeltis antonii

Klasifikasi
Kingdom                : Animalia
Phillum                   : Arthropoda
Kelas                       : Insekta
Ordo                       : Hemiptera
Famili                      : Miridae
Genus                     : Helopeltis
Spesies                    : Helopeltis antonii(Borror , 1992)


Helopeltis serangga muda nimfa dan imago menyerang tanaman dengan cara menusukkan alat mulutnya (stilet) ke dalam jaringan tanaman, yakni dengan menghisap cairan sel – sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stilet tersebut, helopeltis akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat mematikkan jaringan tanaman di sekitar tusukan.
Gejala serangan hama ini adalah munculnya bercak – bercak cekung berwarna coklat muda yang lama – kelamaan berubah menjadi kehitaman (Misnawi, 2008).

G.    Imago Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
 








Gambar 7. Imago Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)

Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Lepidoptera
Famili              : Noctuidae
Genus              : Agrotis
Spesies            : Agrotis ipsilon(Kalshoven ,1981)

Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat meletakkan 1.430 - 2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.
Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal batang.  Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1 - 2 mm.  Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun.  Larva mengalami 5 kali ganti kulit.  Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam­-hitaman.  Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25 - 50 mm.  Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak ­bergerak seolah-olah mati.  Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap. Lama stadia pupa 5 – 6 hari(Rukmana, 1994).
Larva merupakan stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari makan dengan menggigit pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah tanaman-tanaman muda. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter.  Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman muda(Rukmana, 1994).

H.    Kumbang Uret (Holotrichia javana )
 








Gambar 8. Kumbang Uret (Holotrichia javana )
Serangga hama ini dikenal dengan uret/lundi atau grub, termasuk Ordo Coleoptera, famili Scarabaeidae. Larva Holotrichia javana berada dalam tanah memakan bagian tanaman yang ada dalam tanah seperti akar dan umbi kentang.
Kumbang ini berukuran panjang 2,0-2,5 cm dan berwarna coklat tua. Daur hidupnya berkisar 10 bulan. Kumbang betina meletakkan telurnya dalam tanah pada kedalaman 10-20 cm. Tanaman inang H. javana adalah pada, jagung. karek, kina, bayam, kacang - kacangan, dan Centrosema sp.
Gejala serangan yaitu Umbi kentang yang terserang H. javana berlubang-lubang dengan bentuk lubang tidak beraturan. Pada populasi tinggi, kehadiran lundi ini dapat mengurangi hasil umbi kentang (Rukmana, 1994).

5.1.2 Musuh Alami yang ditemukan
A.  Kumbang Spot M (Menochilus sexmaculatus)
Description: G:\Untitled.png






Gambar 9. Kumbang Spot M (Menochilus sexmaculatus)
Klasifikasi
Kingdom         :Animalia
Filum               :Arthropoda
Kelas               :Insecta
Ordo                :Coleoptera
Famili              :Minochilas
Genus              :Menochilus
Spesies             : Menochilus sexmaculatus (Kalsoven, 1981)           
Menochilus sexmaculatus meletakkan telur di bagian bawah daun yang sejajar dengan tulang daun. Jumlah telur yang diletakkan seekor imago   Menochilus sexmaculatus berkisar antara 121-150 butir (Kalsoven, 1981)
Lama stadia larva instar I hingga IV berkisar antara 9-14 hari. Larva instar I tidak langsung berjalan mencari mangsa, tetapi masih tetap berada pada tempat dimana telur menetas. Setelah 3-4 jam larva baru aktif mendekati mangsa tetapi tidak langsung memangsanya (Kalsoven, 1981)
Aktivitas makan Menochilus sexmaculatus terhadap mangsa kutu daun  Aphis craccivora  lebih tinggi pada periode terang dibanding periode gelap
Lama stadia pupa ± 4,5  hari. Larva instar IV sebelum menjadi pupa akan mengalami masa prapupa selama kurang lebih 2 hari, ujung abdomen larva melekat kuat pada daun tanaman.(Kalsoven, 1981)
Imago Menochilus sexmaculatus yang baru keluar dari pupa memiliki warna oranye hingga merah pucat.. Daur hidup M. sexmaculatus berkisar 43-60 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan ukuran besar tubuh imago. Imago jantan berukuran relatif lebih kecil dibandingkan dengan imago betina.                                      
Pada pengamatan musuh alami di lahan Pertanian Dusun Krajan Desa Sumber Brantas ditemukan musuh alami berupa kumbang Kubah Spot M berjumlah dua ekor. Namun populasi mush alami di lahan ini tergolong rendah. Hal ini Karena tingginya intensitas penggunaan bahan kimia terutama dalam hal pengendalian OPT yang juga dapat membunuh musuh alami.

5.1.3 Serangga Lain                                                                                                               
Pada pengamatan yang dilakukan di lahan Pertanian Dusun Krajan Desa Sumberbrantas ditemukan serangga lain berupa ulat kubis (Plutella xylostella) dimana serangga ini biasanya menyerang family brassicaceae. Keberadaan ulat ini dilahan pertanaman kentang dimungkinkan karena dalam lahan tersebut terdapat tanaman family brassicaceae seperti : Brokoli dan sawi.

5.1.4 Penyakit Yang Ditemukan
Penyakit yang ditemukan pada lahan kentang adalah Bercak daun (Phytoptora infestan). Menurut Bapak Purnomo penyakit ini mendominasi dilahan pertanaman kentang terutama dimusim penghujan. Penyakit ini penyebarannya cepat sekali sehingga harus dilakukan pemantauan secara rutin dan segera dilakukan pengendalian ketika ada gejala dan tanda serangan.

5.2 Jenis Pengendalian Yang Dilakukan
5.2.1 Pengendalian dengan Menggunakan Kultur Teknis
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak purnomo diperoleh bahwa dilakukan pengolahan tanah, rotasi tanaman dan pengaturan waktu tanam dalam kegiatan budidaya tanaman kentang. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan OPT secara kultur teknis.
Cara yang umum dilakukan dalam pengendalian secara kultur  teknik adalah dengan pemberian mulsa, penanaman penutup tanah, penanaman naungan , dan tanaman sela. Cara yang lain adalah dengan mengatur cara bercocok tanam menggunakan pola tertentu dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan OPT. Pengendalian kultur teknis pada perinsipnya pengendalian dengan memanfaatkan lingkungan untik menekan perkembangan populasi OPT. Menurut Suharto (2007) cara pengendalin kultur teknis anatara lain :
a.    Pengelolaan Tanah
Pengolahan tanah setelah panen larva-larva hama yang hidup di dalam tanah akan mati terkena alat-alat pengolahan seperti cangkul. Di samping itu akibat lain dari pengolahan tanah ini akan menaikkan larva dan telur dari dalam tanah ke permukaan tanah. Dengan demikian larva-larva dan telur larva akan dimakan burung atau mati terkena cahaya matahari langsung.
b.    Sanitasi
Dengan membersihkan tempat-tempat yang kemungkinan digunakan oleh serangga untuk berkembang biak, berlindung, berdiapause, maka perkembangan serangga yang menjadi hama tanaman dapat dicegah.
c.    Pemupukan
Penggunaan pupuk menjadikan tanaman sehat dan lebih mudah mentoleransi serangga hama tanaman.
d.   Irigasi
Pengolahan air dapat menghalangi perkembangan hama-hama tertentu. Akan tetapi bila cara pengolahan air kurang tepat dapat mengakibatkan peningkatan perkembangan populasi hama tanaman.
e.    Strip farming
Serangan hama tertentu dapat di atasi dengan cara “catch crop” yaitu bercocok tanam secara berselang seling, antara tanaman yang berumur panjang dan tanaman berumur pendek.
f.     Rotasi tanaman dan pengaturan waktu tanam
Menanam tanaman yang berbeda-beda jenisnya dalam satu tahun dapat memutus atau memotong daur hidup hama terutama hama yang sifatnya monofagus (satu jenis makanan).

   5.2.2  Pengendalian dengan Menggunakan Musuh Alami
        Berdasarkan hasil wawancara dengan pak purnomo pengendalian  OPT dengan menggunakan musuh alami tidak dilakukan karena popoulasi mush alami juga rendah . Hal ini disebabkan sitem pertanian yang digunakan petani adalah konvensional. Pertanian ko.
Menurut Balitsa(2004) Praktek pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami yang dilakukan sampai saat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu introduksi, augmentasi dan konservasi. Meskipun katiga teknik pengendalian hayati tersebut berbeda dalam sasaran dan tekniknya, tetapi dalam pelaksanaan pengendalian hayati sering digunakan secara bersama.
a.       Introduksi Musuh Alami
Teknik introduksi atau importasi musuh alami seringkali disebut sebagai praktek klasik pengendalian hayati. Ada dua prinsip pengendalian hayati yaitu mengimpor (mengintroduksikan) musuh-musuh alami dari luar negeri dan kedua adalah mengimpor musuh alami untuk mengendalikan hama sasaran di suatu daerah yang sebelumnya belum ada.
b.      Perbanyakan Musuh Alami
Perbanyakan musuh alami secara masal sangat diperlukan untuk meningkatkan populasi musuh alami di lapangan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah menyediakan makanan yang cukup bagi hama sasaran untuk inang musuh alami tersebut. Hal yang penting adalah menyediakan jumlah populasi stadium hidup hama sasaran yang disukai oleh musuh alami pengendali hayati. Bila inang tidak mencukupi akan mengancam proses perbanyakan musuh alami tersebut. Musuh alami dapat diperbanyak di laboratorium atau rumah kasa dan di lapangan. Beberapa alat dan bahan yang diperlukan untuk proses perbanyakan antara lain kurungan serangga, serangga inang, tanaman inang, madu, dan sebagainya .Tanaman inang dapat diganti dengan makanan buatan. Cendaawan antagonis dapat diperbanyak dengan media buatan yang cocok, baik media padat atau cair.


c.       Augmentasi
Augmentasi adalah usaha untuk mempertinggi daya guna musuh alami yang telah ada, misalnya dengan melakukan pembiakan secara masal dan menyebarkan kembali ke alam. Augmentasi dibagi menjadi dua yaitu inokulasi dan inundasi. Inokulasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah terbatas yang bertujuan untuk meningkatkan populasi, sedangkan inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar. Berbagai upaya untuk meningkatkan populasi musuh alami di ekosistem sayuran sudah dilakukan. Pelepasan D. semiclausum di berbagai tempat di Indonesia telah dilakukan, ternyata parasitoid tersebut efektif untuk mengendalikan hama P. xylostella pada tanaman kubis kubisan.
5.2.3 Pengendalian dengan Menggunakan Pestisida
Sesuai hasil wawancara dengan Pak Purnomo, didapat keterangan bahwa dalam mengendalikan hama di lahan menggunakan pestisida kimia. Pestisida yang digunakan adalah Supermec untuk mengendalikan lalat kentang yang di gunakan dengan dosis 100 ml /200 liter air. Selain itu juga digunakan pestisida merk “Recod” yang digunakan mengendalikan ulat dengan dosis 100 ml/200 liter air.
Untuk mengendalikan hama orong-orong, digunakan pestisida merk “Regent” dengan dosis 25 kg tiap hektar. Dalam hal ini, pestisida merk Diaksinon yang paling maksimal digunakan mengendalikan orong-orong. Untuk mengendalikan bercak daun dilakukan penyemprotan dengan fungisida “Kurset” atau “Dakonil” 3 sampai 4 hari sekali dengan dosis 200 gram per 1 drum air ( 200 liter).
Untuk mengendalikan gulma dilakukan penyemprotan herbisida “Sencore” saat tanaman berumur 20 hari setelah tanam, 60 hari setelah tanam. Penyemprotan juga dilakukan saat tanaman  berumur 90 hari setelah tanam untuk membakar daun kentang. Kemudian dibiarkan selama 20 hari sebelum pemanenan. Dosis “Sencore” yang digunakan adalah 3 sendok makan tiap 1 drum air. Menurut Pak Purnomo, tetapi petani yang lain menggunakan dosis 1 ons/1 drum air.
Selain menggunakan pestisida kimia, Pak Purnomo juga menggunakan pestisida nabati berbahan sirih merah, buah gadung dan mimba. Penggunaan pestisida nabati tidak bertujuan membunuh tetapi unuk mengusir OPT.
Menurut Pak Purnomo, terdapat perbedaan terhadap tanaman hasil panen yang menggunakan pestisida nabati dengan pestisida kimia. Dari segi rasa, tanaman dengan pestisida nabati lebih manis sedangkan pada tanaman dengan pestisida kimia terdapat rasa ketir.
Penyemprotan pestisida dilakukan bergantian antara pestisida nabati maupun kimia. Biasanya dilakukan pada pagi hari dan menggunakan powerspray. Interval penyemprotan tergantung musim, saat musim hujan, dilakukan penyemprotan 3-4 hari sekali, sedangkan pada musim kemarau penyemprotan dilakukan 4-5 hari sekali.

5.2.4 Pengendalian dengan Varietas Tahan
Sesuai hasil wawancara dengan Bapak Purnomo, didapatkan keterangan bahwa selain menggunakan kultur teknis,pengelolaan edafik dan pestisida, beliau juga menggunakan varietas tahan. Varietas tahan yang digunakan adalah kentang varietas Granula Kembang.
Varietas tersebut asli Indonesia dan tahan terhadap penyakit bercak ungu. Selain karena tahan terhadap penyakit, berdasarkan pengalaman selama puluhan tahun menjadi petani, Pak Purnomo memaparkan bahwa penggunaan varietas ini mampu menghasilkan kentang lebih banyak.
5.2.5 Pengendalian dengan Teknik Fisik Mekanik
            Mengenai pengendalian dengan teknik fisik maupun mekanik, Pak Purnomo memaparkan bahwa pada masa lampau belaiu menggunakan pengendalian dengan lightrap (lampu perangkap. Prinsip dari alat ini adalah menarik serangga untuk mendekati perangkap dnegan adanya lampu. Namun saat ini teknik tersebut tidak lagi dilakukan karena kurang efektif untuk lahan yang luas.
5.3  Pembahasan
5.3.1         Pembahasan Mengenai Jenis OPT yang Ditemukan Beserta Hubungannya dengan pendalian yang Dilakukan dan Perbandingan dengan Literatur

Pengendalian adalah usaha untuk mencegah dan  melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit tanaman. Dalam pengendalian hama dan penyakit disarankan untuk mengendalikan secara kultur teknik yaitu usaha untuk menciptakan lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan OPT. Setelah itu pengendalian secara fisik mekanik. Jika Populasi OPT tidak dapat ditekan maka dilakukan pengendalian secara kimia namun dengan dosis yang tepat serta penggunaan yang bijaksana.

a.       Ulat Grayak (Spodoptera Litura)
Upaya Pengendalian ulat grayak menurut (Pitojo, 2004) dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, mekanis, dan kimiawi.
1.     Kultur Teknis
Dilakukan dengan cara pergiliran tanaman dan penanaman serentak, dengan tetap memerhatikan kaidah penanaman serentak, dengan tetap memerhatikan kaidah penanaman perbenihan.
2.    Mekanis
Dilakukan dengan menggunakan dengan mengumpulkan ulat pada stadium telur dan larva sebelum menjadi dewasa (masih hidup bergerombol) untuk dibunuh.
3.    Kimiawi
Dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida sesuai dengan petunjuk penggunaan yang terdapat pada labelnya.
b.      Lalat Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis)
Upaya pengendalian lalat penggorok daun menurut (Suryanto, 2010) dapat dilakukan cara kultur teknis, mekanis, dan kimiawi.
1.     Kultur Teknis
Pergiliran tanaman dengan menggunakan tanaman bukan inang, paling sedikit seama 1 musim tanam di area yang pernah terjadi serangan berat.
2.    Mekanis
Pemantauan serangga dengan menggunakan perangkap kuning berperekat. Perangkap ini digunakan sebagai tindakan pencegahan ataupun sebagai pedoman saat yang tepat untuk aplikasi insektisida. Cara ini cukup efektif menekan populasi hama tersebut.
3.    Kimia
Dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida sesuai dengan petunjuk penggunaan yang terdapat pada labelnya.
c.       Ulat Kubis (Plutella xylostella L.)
Upaya pengendalian ulat kubis menurut (Rukmana, 1994) dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, biologi/musuh alami, dan kimiawi.
1.      Kultur Teknik
Pergiliran tanaman yang bukan sefamili.
2.      Hayati (biologi) / Musuh alami
Dengan melepaskan predator atau parasitoid seperti Diadegma Eucerophaga, cotesia plutella, dan Diadegma semiclausum, pada saat diketahui ambang kendali hama tersebut.
3.         Kimiawi
Menggunakan insektisida selektif (insektisida mikroba) seperti : Dipel, Thuricide, Bactospeine, Delfin, Florbac, Centari atau Agrimec.
d.      Helopeltis antonii
Upaya pengendalian Helopeltis menurut (Misnawi, 2008) dapat dilakukan dengan cara, biologis dan kimiawi.
1.      Pengendalian Biologis
Helopeltis juga dapat dilakukan dengan penyemprotan agen hayati berupa jamur entomopatogen. Helopeltis yang disemprot akan terinfeksi B. Bassiana dan mati setelah 2 – 5 hari dilakukan penyemprotan. Helopeltis yang mati akan jatuh ke tanah atau ada yang masih melekat pada tanaman.
2.      Pengendalian Kimiawi
Menggunakan insektisida pada areal yang terbatas merupakan cara yang umum digunakan karena di anggap paling efektif, hemat, dan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya pengaruh sampingan yang tidak menguntungkan.
e.       Kumbang Kubah (Epilachna sparsa)
Upaya pengendalian Kumbang kubah menurut (Suryanto, 2010) dapat dilakukan dengan cara kultur mekanis dan pengendalian kimiawi.
1.         Mekanis
Pengambilan larva den imago kemudian dimusnahkan
2.         Pengendalian Kimiawi
Penyemprotan insektisida sistemik bila sudah ditemukan gejala serangan.
f.       Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Upaya pengendalian Ulat tanah (Agrotis Ipsilon) menurut (Tjahjadi, 1989) dapat dilakukan dengan cara mekanis, pengendalian kimiawi, dan biologi/musuh alami.

1.      Mekanis
Dilakukan pembongkaran pada tanah tersebut kemudian ulatnya dibunuh.
2.      Kimiawi
Menaburkan insektisida granular/butiran ke permukaan tanah.
3.      Biologi atau Musuh alami
Penggunaan musuh alami misalnya Tritaxys braurei, Cuphocera varia dan jamur misalnya Botrytis sp.
g.      Lalat Buah (Bactrocera)
Upaya pengendalian lalat buah (Bactrocera sp.) dapat dilakukan dengan pengendalian mekanis  menggunakan jaring – jaring perangkap serta perangkap serangga dengan menggunakan perangkap kuning berperekat. Perangkap ini digunakan sebagai tindakan pencegahan ataupun sebagai pedoman saat yang tepat untuk aplikasi insektisida. Cara ini cukup efektif menekan populasi hama tersebut.
h.      Uret (Holotrichia javana)
Pada tanaman kentang, hama ini membuat umbi yang sudah tua berlubang – lubang dan lalu membusuk. Selain itu, akar dan tunas muda juga rusak. Serangan yang hebat dapat berakibat kematian (Setiadi, 2009). Upaya pengendalian Uret (holotrichia javana) menurut (Setiadi, 2009) dapat dilakukan dengan :
1.      Sementara ini pengendalian yang dapat dilakukan hanya dengan menumbun dan menyiangi tanah di sekitar tanaman. Sebab, bila tidak aktif hama tersebut menyukai tempat di dalam tanah pada kedalaman 30 – 50cm bahkan 100cm.
2.      Pemanfaatan agensia hayati bisa dilakukan untuk mengendalikan hama uret, seperti Metarrhizium anisoplae, bisa didapatkan di kios pertanian terdekat.

5.3.2 Pembahasan Serangan OPT Dikaitkan dengan Konsep Ambang Ekonomi dan Ambang Kerusakan
Dari hasil wawancara dengan Bapak Purnomo didapatkan bahwa hama lalat buah, embug, dan orong-orong mengalami peningkatan pada musim penghujan dan mencapai ambang ekonomi dan ambang kerusakan. Hal ini sesuai dengan setiawati et al (2008) yang mengatakan bahwa hama embug populasinya meningkat saat musim hujan karena hama ini menyukai keadaan yang lembab. Sehingga Bapak Purnomo melakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida dengan interval penyemprotan 3-4 hari sekali.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Purnomo didapatkan bahwa tingkat serangan penyakit bercak ungu pada daun kentang tinggi terutama pada musim penghujan. Sehingga Bapak Purnomo melakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan fungisida dengan interval penyemprotan 3-4 hari sekali.

5.3.3 Keunggulan Pengendalian yang Diterapkan Oleh Petani
Dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Bapak Purnomo menggunakan pestisida nabati dan pestisida kimia, varietas tahan dan kultur teknis. Adapun keunggulan dari masing-masing jenis pengendalian menurut Bapak Purnomo , diantaranya adalah :
1.         Keunggulan pengendalian dengan Pestisida Nabati
·   Rasa lebih enak dan tidak getir
·   Harga lebih murah
·   Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
·   Tidak berdampak negative terhadap kesehatan masyarakat sekitar.

Hal ini sesuai dengan pernyataan wagiman (2008) bahwa keunggulan dan keuntungan pengendalian dengan pestisida hayati adalah :

·      Tingkat keberhasilan pengendalian hama yang tinggi dengan biaya yang  rendah dalam periode waktu yang lama.
·      Agens  pengendalian hayati aktif mencari inang atau mangsanya, tumbuh dan berkembang mengikuti dinamika populasi inang atau mangsanya.
·      Pengendalian hayati tidak berpengaruh negatif terhadap manusia dan lingkungan.
·      Beberapa tipe agens pengendalian hayati dapat digunakan sebagai insektisida hayati.
·      Umumnya spesies hama tidak mampu berkembang menjadi resisten terhadap agens pengendalian hayati.

2.      Keunggulan pengendalian dengan Pestisida Kimia
·         Efektif untuk mengendalikan hama pada tanaman kentang
·         Hasil lebih banyak dibandingkan pengendalian dengan pestisida nabati
·         Efektif untuk menekan populasi hama
·         Reaksinya cepat
Hal ini sesui dengan pernyataan Untung (2002) dalam Nurawan (2012) bahwa pestisida kimia masih dianggap sebagai teknik pengendalian OPT yang ampuh, efektif untuk menekan populasi hama, dan lebih efisien.

3.      Keunggulan pengendalian dengan Kultur Teknis
Berdasarkan hasil Fieldtrip, pengendalian dengan kultur teknis yang digunakan oleh Bapak Purnomo memiliki keunggulan sebagai berikut :
·      Perbanyakan benih dengan cepat
·   Menggunakan varietas tahan
·   Pengolahan tanah
·   Rotasi tanaman
Hal ini sesuai dengan pernyataan Karjadi (1996) dalam Lembang (2008) bahwa Penggunaan teknik perbanyakan cepat dalam program perbenihan kentang dimaksudkan untuk mempercepat masa penyediaan benih di samping meningkatkan jumlahnya dengan kualitas terjaga. Dari beberapa hasil penelitian ternyata perbanyakan cepat ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas benih kentang dalam waktu yang relatif singkat.
Berdasarkan hasil Fieldtrip, varietas tahan yang digunakan oleh Bapak Purnomo adalah Granola Kembang yang merupakan benih lokal Keunggulan dari varietas tersebut adalah :
·         Sangat efektif dibandingkan varietas luar
·         Tahan terhadap bercak ungu
·         Hasil lebih banyak jika dibandingkan varietas luar
Hal ini sesuai dengan pernyataan Chujoy et al., (1999) dalam Lembang (2008) bahwa sampai dengan saat ini varietas Granola merupakan satu- satunya varietas yang mendominasi produksi kentang karena berdaya hasil tinggi, berumur pendek dan memiliki daya adaptasi luas.

5.3.4 Analisis Keadaan Pertanian Yang Ada Di Lokasi Pengamatan
Keadaan lahan pertanian pada daerah ini pada awalnya menggunakan sistem pertanian organik. Tetapi seiring berjalannya waktu, pertanian dengan sistem organik tersebut lama-lama kurang efektif karena membutuhkan waktu yang lama, membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan juga membutuhkan waktu yang relatif lama serta sulitnya dalam pengendalian OPT maka dari itu petani daerah tersebut mulai meninggalkan sistem pertanian tersebut meskipun tidak seluruhnya ditinggalkan.
Setelah petani meninggalkan sistem pertanian organik petani mulai menggunakan pertanian konvensional atau anorganik. Menurut petani daerah tersebut pertanian dengan sistem anorganik lebih efisien, lebih menghemat waktu dan juga dari segi biaya lebih hemat daripada sistem pertanian organik. Jenis pemupukan pada pertanian ini rata-rata menggunakan pupuk anorganik atau pupuk kimia. Hal ini sesuai dengan (Sutrisna, 2014) yang mengatakan bahwa penggunaan pupuk NPK berbasis amoniumnitrat relatif lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman kentang dan dapat meningkatkan produktivitas kentang pada lahan dataran tinggi.
Dan pada pertanian ini petani tidak pernah menggunakan mulsa karena tingkat kerugiannya besar dan karena petani berpendapat bahwa mulsa berpengaruh terhadap kerusakan tanah karena pada serap air yang sangat tinggi pada daerah tersebut ( jika dibandingkan dengan malang dan batu perbandingannya bisa mencapai 50:100).
Pada pola penggunaan lahannya sistem pertanian ini menggunakan sistem pertanian monkultur yaitu dengan 80 % mayoritas ditanam kentang dan sisanya ditanami dengan wortel dan brokoli dan ada juga tanaman tahunan jenis bunga.
Pada pengendalian OPT petani menggunakan pestisida kimia dan pestisida nabati, tapi persentase yang digunakan adalah 85% pestisida kimia dan 15 % pestisida nabati. Pada pestisida kimia petani biasa menggunakan pestisida jenis regent, diaksinon, raksi untuk memberantas orong-orong pada kentang, kemudian menggunakan pestisida dakonin untuk memberantas penyakit bercak ungu pada daun kentang. Aplikasi penggunaan pestisida ini tergantung dengan serangan OPT, jika pada musim hujan maka interval penyemprotan 3-4 hari sekali. Selain menggunakan pestisida kimia petani tersebut juga menggunakan pestisida nabati yang diolah sendiri yang terbuat dari daun mimba dan sirih merah, pestisida ini bukan berfungsi mematikan OPT tetapi hanya berfungsi mengusir OPT.

5. 3.5 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Mengendalikan OPT
Musuh alami adalah segala organisme (predator, parasitoid dan pathogen) yang dibudidayakan atau  dipelihara maupun berkembang secara alami tanpa bantuan manusia yang bertujuan mengurangi ataupunmembasmi OPT yang merusak tanaman (Nakazawa, 1993).
Musuh alami berpotensi untuk pengendalian hayati tanaman budidaya, karena musuh alami dengan sendirinya dapat  membunuh dan  mengendalikan jumlah musuh alami. Menurut Jumar (2000), pengendalian hayati dengan musuh alami memiliki keuntungan yaitu :
1.        Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan  dan keracunan pada manusia dan ternak.
2.        Tidak menyebabkan resistensi hama.
3.        Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya
4.        Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara  hama dan musuh alaminya.
Selain keuntungan dalam pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan pengendalian hayati dengan musuh alami seperti :
1.        Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat.
2.        Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun untuk pengadaan sarana dan prasarana.
3.        Dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus.
4.        Teknik aplikasi  dilapangan belum banyak dikuasai.
Setiap Ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati.Ordo-ordo tersebut adalah :



1.        Coleoptera
Misalnya Colpodesrupitarsis dan C. saphyrinus sebagai predator ulat penggulung daun Palagium sp. Harmoniaoctamaculata ( Famili Coccniellidae) sebagai predator kutu Jassidae dan Aphididae.
2.        Orthoptera
Misalnya Conocephalus longipennis sebagai predator dari telurdan larva pengerek batang padi dan walangsangit.
3.        Diptera
Misalkan Philodicus javanicus danOmmatius conopsoides sebagai predator serangga lain. Syrphus serrarius sebagai predator berbagai jenis aphids.
4.        Ordonata
Misalnya Agriocnemis feminafemina dan Agriocnemis pygmaea sebagai predator werengcoklatdan ngengat hama putih palsu. Anaxjunius sebagai predator dari beberapa jenis ngengat.
5.        Hemiptera
Misalnya Cyrtorhinus lividipenis sebagai predator telur dan  nimfa wereng coklat dan wereng hijau.
6.        Neuroptera
Misalnya Chrysopa sp.sebagai predator berbagai hamaApids sp.
7.        Hyminoptera
Misalnya Oecophylla smaragdina sebagai predator hama tanaman jeruk
Pada lahan komoditas kentang dalam pengamatan dan pencarian tidak ditemukan musuh alami satupun, dikarenakan menurut Bapak Purnomo dalam pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida sehingga tidak di temukan musuh alami, sehingga bisa dikatakan bahwa musuh alami ikut mati bersama dengan hama yang di basmi karena semptotan pestisida tersebut. 
5.3.6  Rekomendasi Terhadap Kegiatan Budidaya yang Ada Di Lokasi Fieldtrip
Sistem pemupukan dan pengendalian OPT yang dilakukan pada desa sumber Brantas adalah dengan memakai kimia.Sehingga peran dan populasi musuh alami pada lahan ini rendah. Sisa hasil panen dari kentang biasa nya dibakar dengan cara disemprot herbisida dan dibiarkan selama 30 hari baru kentang nya di panen. Penggunaan pestisida sendiri menimbulkan efek samping yang sangat serius,efek samping dari penggunaan pestisida adalah meningkatnya resistensi gulma, Hama terhadap pestisida serta meninggalkan residu dalam tanah . Hal ini sesuai dengan (Foes et al.,1999) yang mengatakan bahwa aplikasi pestisida  merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam sistem pertanian. Akan tetapi, aplikasi pestisida ini telah menyebabkan meningkatnya resistensi gulma dan hama terhadap pestisida. Karena penggunaan pestisida yang terus menerus pada lahan tersebut menyebabkan lingkungan sekitar dapat tercemar karena adanya residu.
Rekomendasi terhadap kegiatan budidaya yang ada di Desa Sumberbrantas adalah mengurangi intensitas penggunaan pestisida kimia dalam hal pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida nabati serta mulai menerapkan pengendalian OPT dengan sistem PHT. Selain itu pengendalian gulma secara alternatif dapat dilakukan secara mekanik atau kimiawi.
Penggunaan lahan pada desa sumber brantas adalah monokultur yang berarti menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Ada beberapa kelebihan dan kelemahan monokultur. Kelemahannya sendiri adalah mempercepat penyebaran organisme pengganggu(OPT) karena satu areal tersebut di Tanami satu tanaman yang sama yang berarti hama nya juga sama. Kelebihan lahan monokultur adalah penggunaan lahan menjadi lebih efisien. Hal ini sesuai dengan (Departemen Pertanian, 2009), yang mengatakan Monokultur menjadikan penggunaan lahan yang efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena kenampakan lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), seperti hama dan penyakit tanaman.  Sehingga rekomendasi yang dapat diberikan pada lahan budidaya adalah dengan menggunakan tumpang sari. Sebab dengan monokultur penyebaran OPT menjadi lebih cepat sehingga petani bisa saja dirugikan sewaktu waktu jika OPTnya menyerang.
Pada lahan tidak terlihat petani yang menggunakan mulsa alasannya karena ada dampak kerusakan pada tanah. Kerusakan tanah di lahan tersebut sebenarnya diakibatkan karena hanya ada beberapa tanaman tahunan di sekitar lahan yang dapat membantu memegang tanah. Pada dasarnya tanah mampu mempengaruhi erosi karena adanya a) intersepsi air hujan oeh tajuk dan absorbsi melalui energi air hujan,sehingga memperkecil erosi, b)pengaruh struktur tanah terhadap penyebaran akar-akarnya, c) pengaruh terhadap limpasan permukaan, d) peningkatan aktivitas mikroorganisme dalam tanah, e)peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi (Nakazawa, 1993).








BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil fieldtrip yang telah di lakukan dapat disimpulkan bahwa jenis komoditas tanaman yang dibudidayakan oleh narasumber kami, Bapak Purnomo anggota kelompok tani Anjasmoro, Dusun Krajan Desa Sumber Brantas RT 04 RW 03 Kota Batu Malang ialah kentang, wortel, brokoli, kubis, sawi dan bawang pre,dengan komoditas utama yang ditanam tanaman  kentang. Bapak Purnomo mengelola budidaya tanaman pada luas lahan total 3 hektar yaitu : 2,5 hektar lahan milik pribadi dan 0,5 hektar lahan sewa, dengan jenis lahan berupa tegalan. Sistem tanam pada lahan yang diamati adalah sistem Monokultur.
Pada pengelolaan tanaman budidaya tersebut Pak Purnomo menggunakan pertanian konvensional yaitu dengan menggunakan pestisida kimia dalam pengendalian dan pembasmian hama, penyakit serta gulma yang menyerang, Pak Purnomo juga menggunakan pestisida nabati berbahan sirih merah, buah gadung dan mimba.
Pada fieltrip kali ini, kami mengamati pada salah satu komoditas tanaman yang dibudidaya oleh bapak Purnomo, yakni: komoditas kentang. Dalam hal penanggulangan hama dan penyakit pada komoditas kentang, bapak Purnomo mengendalikan OPT  dengan penyemprotan pestisida yang dilakukan bergantian antara pestisida nabati dan kimia.
Serangan penyakit yang sering menyerang pada budidaya komoditas kentang ini ialah bercak ungu pada daun kentang. Terutama pada musim hujan Dan hama yang sering menyerang adalah lalat buah, embug, dan orong-orong.
6.2 Saran
Untuk kegiatan budidaya dilahan Dusun Krajan Desa Sumber brantas sebaiknya lebih mengurangi penggunaan pestisida kimia atau pupuk kimia untuk memelihara keseimbangan ekosistem serta menjaga kesehatan tanah dengan cara mengendalikan OPT dengan sistem PHT (pengendalian hama terpadu)