Sabtu, 19 November 2016

Pengolahan Lahan pada Komoditas Kailan (Brassica oleraceae Var.Acepphala)



MAKALAH
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
“Pengolahan Lahan pada Komoditas Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)”

Asisten Praktikum Tutorial:
Purnaningtyas Oetari D.

Kelas : P (Komoditas Kailan)

Disusun oleh :
Iwan Parlindungan Sidaruk                155040200111200
Siska Yulia Nus Aisyah                      155040201111183
Wulan Ramadhan                               155040207111139


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang,           November 2016         

Penyusun                    



DAFTAR ISI
                                               Halaman
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------ii
BAB 1 PENDAHULUAN-------------------------------------------------1
1.1  Latar Belakang---------------------------------------------------------1
1.2  Tujuan--------------------------------------------------------------------2
1.3  Manfaat------------------------------------------------------------------2
BAB II PEMBAHASAN--------------------------------------------------3
2.1  Pengolahan lahan (Tillage)-------------------------------------------3
2.2  Pengolahan Tanah dan Bahan Organik---------------------------4
2.3  Penyiapan Media Tanam---------------------------------------------6
2.4  Tahapan Pengolahan Tanah------------------------------------------7
2.5  Intensitas Pengolahan Tanah-----------------------------------------8
2.6  Jenis Pengolahan Tanah-----------------------------------------------9
BAB III PENUTUP---------------------------------------------------------11
3.1  Kesimpulan--------------------------------------------------------------11
3.2  Saran----------------------------------------------------------------------11
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------12

I.                   PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pengolahan tanah (Tillage) adalah kegiatan yang lazim dilakukan untuk ppembangunan tegakan. Olah tanah juga menjadi salah satu bagian teknik persiapan lahan (site preparation) dengan tujuan untuk memberikan kondisi tempat tumbuh yang optimal bagi bibit yang akan ditanam. Evans (1992) menyatakan bahwa kegiatan persiapan lahan telah menjadi bagian integral dari pembangunan tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan daya hidup tanaman yang tinggi dan pertumbuhan awal yang cepat.
Seperti halnya di bidang pertanian, pengolahan tanah dapat dilakukan sebelum dan sesudah bibit ditanam.  Pengolahan tanah setelah bibit ditanam pada umumnya bertujuan untuk pemeliharaan tanaman. Namun demikian Hendromono et al. (2003 dalam Puslitbang Hutan Tanaman, 2006) menyatakan bahwa intensitas pengolahan tanah tergantung pada jenis yang akan ditanam.  Ada jenis yang mampu tumbuh pada lahan yang tidak diolah, tetapi ada pula jenis tanaman yang memerlukan pengolahan tanah secara intensif agar dapat tumbuh baik dan optimal.
Untuk meningkatkan produksi kacang tanah adalah dengan sistem pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah perlakuan terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang sudah sangat tua dalam budaya pertanian dan masih tetap dilakukan dalam sistem pertanian modern. Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur dianggap penting, tetapi pengolahan tanah intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat erosi dan menurunkan kadar bahan organik di dalam tanah.
Perlu tidaknya tanah diolah dapat dipengaruhi oleh tingkat kepadatan dan aerasi, pada tingkat kepadatan yang tinggi akibat tidak pernah diolah mengakibatkan pertumbuhan akan terbatas, sehingga zona serapan akar menjadi sempit. Sedangkan pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dapat menurunkan laju infiltrasi tanah sebagai akibat terjadinya pemadatan tanah (Alibasyah, 2000)
Pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif tentu akan memerlukan biaya yang tinggi disamping mempercepat kerusakan tanah.  Selain itu, pada umumnya saat dilakukan pengolahan tanah, lahan dalam keadaan terbuka.  Tanah dihancurkan oleh alat pengolah sehingga agregat tanah mempunyai kemantapan rendah. Jika pada saat tersebut terjadi hujan, tanah dengan mudah dihancurkan dan terangkut bersama air permukaan (erosi).  Dalam jangka panjang, pengolahan tanah yang terus menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan tanah bagian bawah lapisan olah sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar.  Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, maka pengolahan tanah minimum dapat menjadi pilihan (LIPTAN, 1994).
1.2              Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.        Untuk mengetahui pengolahan lahan
2.        Untuk mengetahui pengolahan tanah dan bahan organik
3.        Untuk mengetahui penyiapan media tanam
4.        Untuk mengetahui tahapan pengolahan tanah
5.        Untuk mengetahui intensitas pengolahan tanah
6.        Untuk mengetahui jenis pengolahan tanah
1.3              Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penyususnan makalah ini adalah penulis dapat mengetahui, memahami bagaimanakah pengolahan lahan yang baik dan benar guna mendapatkan produksi tanaman yang tinggi.



II.                PEMBAHASAN
2.1              Pengolahan Lahan (Tillage)
Pengolahan tanah adalah tindakan persiapan media tumbuh agar sesuai dan mendukung pertumbuhan tanaman secara optimum (Purwono, 2011).
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menjaga aerasi dan kelembaban tanah sesuai dengan kebutuhan tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman dapat berlangsung dengan baik. Ada beberapa cara pengolahan tanah yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tanpa olah tanah, pengolahan tanah minimum dan pengolahan tanah intensif (Tyasmoro et al, 1995).
Pengolahan tanah diperlukan untuk menggemburkan tanah supaya mendapatkan perakaran yang baik, tetapi pekerjaan ini dapat menimbulkan permasalahan jangka panjang sebagai sumber kerusakan tanah yang dapat menurunkan produktivitas tanah. Pengurangan pengolahan tanah hanya dapat dilakukan untuk menghindari tanah menjadi padat kembali setelah diolah dan dapat digunakan teknik pemberian bahan organik ke dalam tanah (Suwardjo dan Dariah, 1995).
Pengolahan tanah dapat menciptakan kondisi yang mendukung perkecambahan benih dan mungkin diperlukan untuk memerangi gulma dan hama yang menyerang tanaman atau untuk membantu mengendalikan erosi. Pengolahan tanah memerlukan input energi yang tinggi, yang bisa berasal dari tenaga kerja manusia atau hewan. Pengolahan tanah bisa mengakibatkan efek negatif atas kehidupan tanah dan meningkatkan mineralisasi bahan organik (Mulyadi et al, 2001).
Pada sistem tanpa olah tanah yang terus menerus, residu organik dari tanaman sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah, sehingga terdapat aktivitas mikroba perombak tanah pada permukaan tanah yang lebih besar pada tanah-tanah tanpa olah jika dibandingkan dengan pengolahan tanah sempurna (Engelstad, 1997).
Pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah selalu berhubungan dengan penanaman yang cukup menggunakan tugal atau alat lain yang sama sekali tidak menyebabkan lapisan olah menjadi rusak dan di permukaan tanah masih banyak dijumpai residu tanaman. Cara ini dapat berjalan dengan baik untuk tanaman serealia yang ditanam menurut larikan. Residu tanaman yang banyak dipermukaan tanah tidak sampai mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih (Sutanto, 2002)
Adapun tujuan dari pengolahan lahan menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :
1.      Memperbaiki aerasi dan drainase
2.      Menghilangkan kemasaman tanah (oksidasi)
3.      Mencampur bahan organic dengan tanah
4.      Mengurangi erosi tanah
5.      Menyiapkan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman
6.      Mengendalikan serangan OPT (gulma, hama, dan penyakit.

2.2              Pengolahan Tanah dan Bahan Organik
Pada tanah-tanah yang tipis top soilnya, demikian juga pada tanah-tanah yang mempunyai kemiringan, sebaiknya pengolahan tanahnya memperhatikan sistem pengolahan minimal disertai dengan usaha pengembalian sisa-sisa tanaman melalui teknik pemulsaan. Dengan demikian maka kerusakan agregasi tanah dapat dihindari, juga terdapat usaha pengembalian atau peningkatan bahan-bahan organik pada tanahnya (Reijntjes et al, 1999).
Pada sistem tanpa olah tanah yang terus menerus, residu organik dari tanaman sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah dibanding dengan pengolahan konvensional yang bahan organiknya tercampur dalam pengolahan tanah. Sehingga kandungan bahan organik pada sistem tanpa olah tanah lebih banyak daripada pengolahan tanah konvensional. Sistem tanpa pengolahan bisa memberikan keuntungan, karena kerja keras untuk penyiapan tanah digantikan oleh mikroorganisme tanah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan semakin meningkatkan aktivitas organisme dalam tanah. Penyebaran bahan organik pada permukaan tanah menyebabkan adanya akumulasi lapisan residu organik yang terkonsentrasikan pada permukaan tanah sehingga mampu mendorong banyaknya populasi organisme perombak tanah dibanding dengan pengolahan konvensional (Engelstad, 1997).
Dalam sistem pengolahan tanah konservasi, permukaan tanahnya berfungsi meminimalkan residu air tanah, evaporasi dan erosi. Sedangkan ada sistempertanian berkelanjutan, tanaman penutup tanah merupakan salah satu bahan organik akan dapat meningkatkan hasil panen. Pemanfaatan sisa tanaman dapat mempengaruhi pertukaran P dan dapat meningkatkan jumlah, tipe dan derajat penggabungan dengan pengolahan tanah. Banyaknya sisa-sisa tanaman yang sudah tercampur dalam tanah melalui pembajakan, akan dapat mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga permukaan tanah agar tetap lembab sepanjang hari selama musim tanam serta mampu memperkaya aktivitas mikrobia dalam tanah dan mineralisasi (Stewart and Lai, 1994).
Aktivitas dalam pengolahan tanah pertanian telah sangat mempengaruhi ukuran dan komposisi komunitas mikroorganisme dalam tanah. Dalam sistem pengolahan tanah konvensional, pemberian bahan organik yang dibenamkan dalam tanah ternyata menguntungkan komunitas yang didominasi oleh bakteri, sementara pada sistem tanpa olah tanah, lingkungan tanah yang bahan organiknya hanya berada dipermukaan tanah maka fungi yang relatif lebih banyak. Persiapan lahan yang ditunjukkan dengan sistem tanpa olah tanah cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan
pengolahan tanah konvensional (Makalewk, 2001).
Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, tetapi mutu bahan organik dipengaruhi oleh tingkat penguraiannya. Semakin cepat tingkat penguraiannya, bahan organik semakin mudah tersedia. Bahan organik sangat penting karena berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi semua unsur hara yangdibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan menjaga kondisi fisik yang diinginkan (Stevensen, 1982).
Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah berlempung, sehingga tanah yang tadinya berat dengan penambahan bahan organik akan menjadi lebih ringan. Selain itu bahan organik dalam tanah akan mempertinggi kemampuan penampungan air, sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman (Murbandono, 1995).

2.3              Penyiapan Media Tanam
Penyiapan media tanam merupakan bagian dari pengolahan lahan untuk praktek budidaya yang dilakukan. Penyiapan media tanam menurut Purwono (2011) meliputi :
1.    Penggemburan Tanah
Metode penggemburan tanah yang dilakukan bisa dengan pembajakan tanah menggunakan traktor atau cangkul. Penggemburan tanah bertujuan untuk membentuk kondisi tanah yang sesuai dengan perakaran tanaman.
2.    Pembedengan/ Polybag
Sistem penanaman pada lahan terutama untuk komoditas hortikultura sesuai untuk dilakukan pembedangan, namun pada beberapa kondisi juga sesuai untuk ditanam pada polybag. Khusus pada sistem pembedengan, terdapat beberapa ketetapan oleh Deptan mengenai ukuran bedengan untuk beberapa komoditas. Pada komoditas kailan, ukuran bedengan pada adalah lebar 150 cm, panjang 200 cm, tinggi menyesuaikan kondisi lahan dan jarak antar bedengan 50 cm.
Ukuran bedengan tersebut merupakan contoh ukuran ideal pembuatan bedengan. Akan tetapi, pada dasarnya penentuan lebar dan panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan terutama luasannya. Selanjutnya, penentuan tinggi bedengan juga disesuaikan dengan kondisi tanah karena berkaitan dengan kedalaman perakaran tanaman dan air tanah.
Sebagai contoh, suatu lahan yang sudah di bedeng ternyata sistem irigasi yang digunakan adalah irigasi alur. Kondisi tekstur tanah didominasi oleh partikel liat, sehingga menyebabkan penggenangan air di lahan (kondisi air melimpah). Komoditas yang ditanam adalah kailan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pembuatan bedengan yang ideal adalah dengan tinggi ± 20 cm. Hal tersebut disesuaikan dengan meresapnya air ke bedengan dan kebutuhan air tanaman. Kondisi tanah yang dominan liat menyebabkan peresapan air sangat lambat, sehingga tinggi bedengan tidak terlalu tinggi. Selain itu, hal yang harus diperhatikan adalah tinggi muka air yang ada di lahan, sehingga tinggi bedengan harus sesuai dengan tinggi muka air tersebut.


3.    Pencampuran dengan pupuk kandang
Pupuk kandang yang digunakan sebagai bahan campuran media tanam hendaknya merupakan pupuk kandang yang telah jadi (matang). Adapun ciri-ciri pupuk organik yang sudah matang adalah:
a. bahan-bahan sudah hancur karena proses dekomposisi,
b. tekstur remah dan tidak lengket dan panas,
c. warna coklat kehitaman,
d. tidak berbau dan kadar air 34-35%.
Pupuk kandang yang belum matang berpotensi mengandung pathogen dan bahkan biji gulma dari sisa-sisa makanan ternak yang tercampur dengan bahan pembuatan pupuk kandang. Proses pencampuran pupuk kandang dengan tanah olahan dapat dilakukan pada kondisi yang kering maupun lembab. Untuk tanah-tanah berliat (kandungan tanah liat tinggi) rasio pencampuran yang ideal adalah 1 : 1.
Dosis pupuk organik yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah 10 ton per hektar. Untuk perhitngan dosis pupuk per bedengan disesuaikan dengan luas bedengannya. Sebagai contoh, apabila luas bedengan 8 m2 maka dosis pupuk organik yang digunakan adalah 8 kg. Apabila dosis pupuk telah ditentukan, maka langkah berikutnya adalah pencampuran media tanam. Tanah olahan dan pupuk kandang dicampur menggunakan cangkul hingga merata, apabila tanah terlalu keras sehingga proses pencampuran menjadi sulit, maka tambahkan air secukupnya hingga lembab (kadar air kapasitas lapangan). Apabila media tanam sudah tercampur merata, berikutnya proses pembuatan bedengan dapat dilakukan. Sesuaikan tinggi bedengan dengan komoditas yang akan ditanam, ketinggian bedengan yang tepat sangat penting untuk diperhatikan terutama pada tanah-tanah yang berpotensi tergenang.

2.4              Tahapan Pengolahan Tanah
Adapun tahapan pengolahan tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :


1.        Land clearing
Land clearing merupakan suatu kegiatan menyiapkan areal agar dapat diolah lebih lanjut
                                                Gambar. Land clearing

2.        Bajak (plowing)
Pada prinsipnya, bajak merupakan suatu kegiatan memecah tanah dan membaliknya, agar biji gulma dan residu tanaman tertimbun : lapisan bawah tersinari matahari (proses oksidasi). Bajak dapat berbentuk singkal atau piring (disk).
3.        Garu (harrowing)
Pada prinsipnya, garu merupakan kegiatan memecah bongkah tanah menjadi lebih halus, meratakan permukaan tanah dan memperbaiki granulasi tanah. Alat berbentuk piringan atau sisir.
4.        Pembuatan seedbeds / plantbeds dan lubang tanam
Pembuatan seedbeds bertujuan untuk mempermudah penanaman dan merangsang pertumbuhan tanaman, di lapangan bentuk seedbeds beragam.

2.5              Intensitas Pengolahan Tanah
Adapun intensitas pengolahan tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut:
1.        Pengolahan tanah intensif :
Pengolahan tanah intensif dapat berupa : Bajak ke-1, Garu ke-1, Bajak ke-2, Garu ke-2
2.        Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage)
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada tempat yang akan ditanami (lubang tanam atau jalur tanam). Pada pengendalian gulma dilakukan secara kimiawi dengan herbisida. Setelah gulma mati, bekas lubang akar-akarnya dapat terisi udara (aerasi), sehingga tanpa merusak keadaan tanah, dua tujuan tercapai sekaligus. Sedangkan bagian yang tidak diolah ditanami dengan legume cover crops untuk mencegah pertumbuhan gulma dan erosi.

2.6              Jenis Pengolahan Tanah
Adapun jenis pengolahan tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :
1.        Pengolahan tanah biasa
Pengolahan tanah biasa dapat berupa:
a.         Pengolahan tanah di lahan kering
Tanah diolah dengan tujuan menyediakan tempat tumbuh tanaman. Bentuk permukaan tanah rata dan pekerjaan tidak didahului dengan tahapan khusus dan pekerjaan dimulai dengan pembajakan, diikuti dengan penggaruan dan perapihan petak. Contoh : areal untuk tanaman jagung, padi gogo, kedelai
2.        Pengolahan tanah khusus :
Pengolahan tanah khusus dapat berupa :
a.       Pelumpuran
Khususnya untuk budidaya padi sawah dan beberapa jenis sayuran. Pengolahan dilakukan pada kondisi jenuh air dengan tujuan untuk membuat struktur lumpur. Pelumpuran hanya dapat dilakukan jika kandungan liat tanah >= 20% dan ketersediaan air melimpah. Pekerjaan diawali dengan pembajakan, penggenangan dan penggaruan sedangkan permukaan areal dibuat cembung agar air dapat dikeluarkan pada saat diinginkan (Pemupukan, penyiangan dan panen)
b.      Reynoso atau juringan
Reynoso dikenal pada budidaya tebu lahan sawah. Pekerjaan dimulai dengan membuat got (saluran) yang tujuannya untuk menurunkan muka air tanah. Pada Reynoso pengolahan hanya dilakukan pada bagian yang akan ditanami, dikenal dengan juringan. Dan pekerjaan dilakukan dengan sepenuhnya manual sehingga sangat banyak membutuhkan tenaga kerja.
Juringan (tebu) merupakan pengolahan tanah untuk tebu di lahan kering. Hasil pengolahan tanah adalah lubang tanam (juringan) sseperti pada pola Reynoso. Pekerjaan dilakukan secara mekanis atau semi mekanis. Seluruh permukaan tanah diolah (dibajak, digaru dan dibuat juringan) dan saluran drainase dibuat sesuai dengan kondisi areal
c.       Bedengan
Bedengan dikenal pada budidaya hortikultura atau pada areal pembibitan. Seedbeds lebih lebar dibandingkan saluran yang bertujuan untuk menyediakan  media tumbuh yang optimal bagi akar tanaman dan menghindarkan dari genangan air. Lebar bedengan dibuat sesuai dengan kemampuan untuk memelihara, sebab antar bedengan dipisahkan oleh saluran drainase .Contoh : budidaya kailan
d.      Guludan
Tujuannya untuk menyediakan tempat tumbuh akar dan umbi tanaman yang ideal, serta menghindari genangan air. Lebar guludan dan saluran hamper sebanding. Bibit atau benih ditanam di atas guludan. Contoh : kentang, ubi jalar, singkong, talas dan tembakau.
e.       Pembuatan lubang tanam
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada lokasi penanaman. Areal di bersihkan saan land clearing kemudian pada titik tanam dibuat lubang tanam dengan jarak yang telah ditentukan. Areal lainnya ditanami dengan cover crop untuk menghindari tumbuhnya gulma. Cara ini contohnya pada penanaman kelapa sawit.


III.             PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Pengolahan tanah merupakan tindakan persiapan media tumbuh agar sesuai dan mendukung pertumbuhan tanaman secara optimum untuk menjaga aerasi dan kelembaban tanah sesuai dengan kebutuhan tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman dapat berlangsung dengan baik. Penyiapan media tanam dapat berupa penggemburan tanah, pembedengan/ polybag Pada komoditas kailan ukuran bedengan pada adalah lebar 150 cm, panjang 200 cm, tinggi menyesuaikan kondisi lahan dan jarak antar bedengan 50 cm, pencampuran dengan pupuk kandang. Dengan adanya teknik pengolahan lahan yang baik dan benar maka diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya kailan.
3.2              Saran
Diharapkan dalam pertanian berlanjut petani dalam melakukan budidaya pertanian dapat mengunakan anjuran pada proses pengolahan lahan yang baik dan benar baik dari pemerintah melalui penyuluhan agar dapat menghasilkan produksi yang maksimal pada tanaman yang dibudidayakan.



DAFTAR PUSTAKA

Alibasyah, 2000. Konservasi tanah dan air. Bogor, IPB Press. Hal 154 – 155.
Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk(diterjemahkan oleh Didiek H.G). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 799 hal.
Evans, J. 1992. Plantations forestry in the tropics. Tree planting for industrial, social, environtmental and agroforestry purposes.Second editions. Oxford University Press. New York.
LIPTAN. 1994. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya No. 145/94. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, Jayapura. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ppua0138.pdf. (diakses 17 Maret 2010)
Makalewk, A.D.N,. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah Pada AgroekosistemTanpa Olah Tanah. Http//www.hayati-ipb.com/users/rudicyt/indiv2001/afra-dnm.htm. Diakses 10 November 2016.
Mulyadi, J.J. Sasa, T. Sopiawati dan S. Partohardjono. 2001. Pengaruh cara olahtanah dan pemupukan terhadap hasil gabah dan emisi gas metan dari pola tanam padi–padi di lahan sawah.Penelt.Pertanian Tanaman Pangan. 20(3) : 24 –28.
Murbandono, L. 1995. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 10 hal.
Purwono, 2011. Pengolahan Tanah. Departemen Agronomi dan Hortikultra Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Puslitbang Hutan Tanaman. 2006. Teknik silvikultur hutan tanaman industri. Puslitbang Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan, Bogor.
Reijntjes, C., B. Haverkort dan A. Waters-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan : Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah(diterjemahkan oleh Y. Sukoco).Kanisius. Yogyakarta. 69 hal.
Stewart, B.A and R. Lai. 1994.Soil Processes and Water Quality. Lewis Publishers Boca Raton Ann Arbor, Tokyo. Japan. 65 – 66 hal.
Stevensen, E.J. 1982. Humus Chemistry Genesis, Compotition, and Reaction. John Willey and Sons. New York. 67 hal.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 206 hal.
Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Teknik olah tanah konservasi untuk menunjang pengembangan pertanian lahan kering yang berkelanjutan. Pros. SeminarNasional V: 8 –13. Bandar Lampung.
Tyasmoro, S.T., B. Suprayoga dan A. Nugroho. 1995. Cara pengelolaan lahan yang berwawasan lingkungan dan budidaya tanaman sebagai upaya konservasi tanah di DAS brantas hulu. Pros. Seminar Nasional V: 9 –14. Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung.