MAKALAH
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
“Pengolahan Lahan pada Komoditas Kailan (Brassica oleraceae Var. Acephala)”
Asisten Praktikum Tutorial:
Purnaningtyas Oetari D.
Kelas : P (Komoditas Kailan)
Disusun oleh :
Iwan Parlindungan Sidaruk 155040200111200
Siska Yulia Nus Aisyah 155040201111183
Wulan Ramadhan 155040207111139
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Malang, November
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR----------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------ii
BAB 1 PENDAHULUAN-------------------------------------------------1
1.1 Latar Belakang---------------------------------------------------------1
1.2 Tujuan--------------------------------------------------------------------2
1.3 Manfaat------------------------------------------------------------------2
BAB II PEMBAHASAN--------------------------------------------------3
2.1 Pengolahan lahan (Tillage)-------------------------------------------3
2.2 Pengolahan Tanah dan Bahan Organik---------------------------4
2.3 Penyiapan Media Tanam---------------------------------------------6
2.4 Tahapan Pengolahan Tanah------------------------------------------7
2.5 Intensitas Pengolahan Tanah-----------------------------------------8
2.6 Jenis Pengolahan Tanah-----------------------------------------------9
BAB III PENUTUP---------------------------------------------------------11
3.1 Kesimpulan--------------------------------------------------------------11
3.2 Saran----------------------------------------------------------------------11
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------12
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengolahan tanah (Tillage) adalah kegiatan yang
lazim dilakukan untuk ppembangunan tegakan. Olah tanah juga menjadi salah satu
bagian teknik persiapan lahan (site preparation) dengan tujuan untuk memberikan
kondisi tempat tumbuh yang optimal bagi bibit yang akan ditanam. Evans (1992)
menyatakan bahwa kegiatan persiapan lahan telah menjadi bagian integral dari
pembangunan tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan daya hidup tanaman yang
tinggi dan pertumbuhan awal yang cepat.
Seperti halnya di bidang
pertanian, pengolahan tanah dapat dilakukan sebelum dan sesudah bibit
ditanam. Pengolahan tanah setelah bibit
ditanam pada umumnya bertujuan untuk pemeliharaan tanaman. Namun demikian
Hendromono et al. (2003 dalam Puslitbang Hutan Tanaman, 2006)
menyatakan bahwa intensitas pengolahan tanah tergantung pada jenis yang akan
ditanam. Ada jenis yang mampu tumbuh
pada lahan yang tidak diolah, tetapi ada pula jenis tanaman yang memerlukan
pengolahan tanah secara intensif agar dapat tumbuh baik dan optimal.
Untuk meningkatkan produksi kacang tanah adalah dengan sistem pengolahan
tanah. Pengolahan tanah adalah perlakuan terhadap tanah untuk menciptakan
keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah merupakan
kebudayaan yang sudah sangat tua dalam budaya pertanian dan masih tetap dilakukan
dalam sistem pertanian modern. Meskipun pekerjaan mengolah tanah secara teratur
dianggap penting, tetapi pengolahan tanah intensif dapat menyebabkan kerusakan
struktur tanah, mempercepat erosi dan menurunkan kadar bahan organik di dalam
tanah.
Perlu tidaknya tanah diolah dapat dipengaruhi oleh tingkat kepadatan dan
aerasi, pada tingkat kepadatan yang tinggi akibat tidak pernah diolah
mengakibatkan pertumbuhan akan terbatas, sehingga zona serapan akar menjadi
sempit. Sedangkan pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dapat
menurunkan laju infiltrasi tanah sebagai akibat terjadinya pemadatan tanah
(Alibasyah, 2000)
Pengolahan tanah yang
dilakukan secara intensif tentu akan memerlukan biaya yang tinggi disamping
mempercepat kerusakan tanah. Selain itu,
pada umumnya saat dilakukan pengolahan tanah, lahan dalam keadaan terbuka. Tanah dihancurkan oleh alat pengolah sehingga
agregat tanah mempunyai kemantapan rendah. Jika pada saat tersebut terjadi
hujan, tanah dengan mudah dihancurkan dan terangkut bersama air permukaan
(erosi). Dalam jangka panjang,
pengolahan tanah yang terus menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan tanah
bagian bawah lapisan olah sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan
tanah, maka pengolahan tanah minimum dapat menjadi pilihan (LIPTAN, 1994).
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui pengolahan lahan
2.
Untuk
mengetahui pengolahan tanah dan bahan organik
3.
Untuk
mengetahui penyiapan media tanam
4.
Untuk
mengetahui tahapan pengolahan tanah
5.
Untuk
mengetahui intensitas pengolahan tanah
6.
Untuk
mengetahui jenis pengolahan tanah
1.3
Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penyususnan
makalah ini adalah penulis dapat mengetahui, memahami bagaimanakah pengolahan
lahan yang baik dan benar guna mendapatkan produksi tanaman yang tinggi.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Pengolahan Lahan (Tillage)
Pengolahan tanah adalah
tindakan persiapan media tumbuh agar sesuai dan mendukung pertumbuhan tanaman
secara optimum (Purwono, 2011).
Pengolahan tanah
dimaksudkan untuk menjaga aerasi dan kelembaban tanah sesuai dengan kebutuhan
tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman
dapat berlangsung dengan baik. Ada beberapa cara pengolahan tanah yang dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu tanpa olah tanah, pengolahan tanah minimum dan
pengolahan tanah intensif (Tyasmoro et al, 1995).
Pengolahan tanah
diperlukan untuk menggemburkan tanah supaya mendapatkan perakaran yang baik,
tetapi pekerjaan ini dapat menimbulkan permasalahan jangka panjang sebagai
sumber kerusakan tanah yang dapat menurunkan produktivitas tanah. Pengurangan
pengolahan tanah hanya dapat dilakukan untuk menghindari tanah menjadi padat
kembali setelah diolah dan dapat digunakan teknik pemberian bahan organik ke
dalam tanah (Suwardjo dan Dariah, 1995).
Pengolahan tanah dapat
menciptakan kondisi yang mendukung perkecambahan benih dan mungkin diperlukan
untuk memerangi gulma dan hama yang menyerang tanaman atau untuk membantu
mengendalikan erosi. Pengolahan tanah memerlukan input energi yang tinggi, yang
bisa berasal dari tenaga kerja manusia atau hewan. Pengolahan tanah bisa
mengakibatkan efek negatif atas kehidupan tanah dan meningkatkan mineralisasi
bahan organik (Mulyadi et al, 2001).
Pada sistem tanpa olah tanah
yang terus menerus, residu organik dari tanaman sebelumnya mengumpul pada
permukaan tanah, sehingga terdapat aktivitas mikroba perombak tanah pada
permukaan tanah yang lebih besar pada tanah-tanah tanpa olah jika dibandingkan
dengan pengolahan tanah sempurna (Engelstad, 1997).
Pengolahan tanah minimum
atau tanpa olah tanah selalu berhubungan dengan penanaman yang cukup
menggunakan tugal atau alat lain yang sama sekali tidak menyebabkan lapisan
olah menjadi rusak dan di permukaan tanah masih banyak dijumpai residu tanaman.
Cara ini dapat berjalan dengan baik untuk tanaman serealia yang ditanam menurut
larikan. Residu tanaman yang banyak dipermukaan tanah tidak sampai mengganggu
perkecambahan dan pertumbuhan benih (Sutanto, 2002)
Adapun tujuan dari
pengolahan lahan menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :
1.
Memperbaiki aerasi dan drainase
2.
Menghilangkan kemasaman tanah (oksidasi)
3.
Mencampur bahan organic dengan tanah
4.
Mengurangi erosi tanah
5.
Menyiapkan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman
6.
Mengendalikan serangan OPT (gulma, hama, dan penyakit.
2.2
Pengolahan Tanah dan Bahan Organik
Pada tanah-tanah yang tipis top soilnya, demikian juga pada tanah-tanah
yang mempunyai kemiringan, sebaiknya pengolahan tanahnya memperhatikan sistem
pengolahan minimal disertai dengan usaha pengembalian sisa-sisa tanaman melalui
teknik pemulsaan. Dengan demikian maka kerusakan agregasi tanah dapat
dihindari, juga terdapat usaha pengembalian atau peningkatan bahan-bahan
organik pada tanahnya (Reijntjes et al, 1999).
Pada sistem tanpa olah tanah yang terus menerus, residu organik dari
tanaman sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah dibanding dengan pengolahan
konvensional yang bahan organiknya tercampur dalam pengolahan tanah. Sehingga
kandungan bahan organik pada sistem tanpa olah tanah lebih banyak daripada
pengolahan tanah konvensional. Sistem tanpa pengolahan bisa memberikan
keuntungan, karena kerja keras untuk penyiapan tanah digantikan oleh
mikroorganisme tanah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan semakin
meningkatkan aktivitas organisme dalam tanah. Penyebaran bahan organik pada
permukaan tanah menyebabkan adanya akumulasi lapisan residu organik yang
terkonsentrasikan pada permukaan tanah sehingga mampu mendorong banyaknya
populasi organisme perombak tanah dibanding dengan pengolahan konvensional
(Engelstad, 1997).
Dalam sistem pengolahan tanah konservasi, permukaan tanahnya berfungsi
meminimalkan residu air tanah, evaporasi dan erosi. Sedangkan ada
sistempertanian berkelanjutan, tanaman penutup tanah merupakan salah satu bahan
organik akan dapat meningkatkan hasil panen. Pemanfaatan sisa tanaman dapat
mempengaruhi pertukaran P dan dapat meningkatkan jumlah, tipe dan derajat
penggabungan dengan pengolahan tanah. Banyaknya sisa-sisa tanaman yang sudah
tercampur dalam tanah melalui pembajakan, akan dapat mengurangi kehilangan
evaporasi dan menjaga permukaan tanah agar tetap lembab sepanjang hari selama
musim tanam serta mampu memperkaya aktivitas mikrobia dalam tanah dan
mineralisasi (Stewart and Lai, 1994).
Aktivitas dalam pengolahan tanah pertanian telah sangat mempengaruhi
ukuran dan komposisi komunitas mikroorganisme dalam tanah. Dalam sistem
pengolahan tanah konvensional, pemberian bahan organik yang dibenamkan dalam
tanah ternyata menguntungkan komunitas yang didominasi oleh bakteri, sementara
pada sistem tanpa olah tanah, lingkungan tanah yang bahan organiknya hanya
berada dipermukaan tanah maka fungi yang relatif lebih banyak. Persiapan lahan
yang ditunjukkan dengan sistem tanpa olah tanah cenderung memiliki lebih banyak
efek positif terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan
pengolahan tanah
konvensional (Makalewk, 2001).
Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah,
tetapi mutu bahan organik dipengaruhi oleh tingkat penguraiannya. Semakin cepat
tingkat penguraiannya, bahan organik semakin mudah tersedia. Bahan organik
sangat penting karena berasal dari tanaman yang tertinggal, berisi semua unsur
hara yangdibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi
struktur tanah dan menjaga kondisi fisik yang diinginkan (Stevensen, 1982).
Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah berlempung, sehingga tanah
yang tadinya berat dengan penambahan bahan organik akan menjadi lebih ringan.
Selain itu bahan organik dalam tanah akan mempertinggi kemampuan penampungan
air, sehingga tanah dapat lebih banyak menyediakan air bagi tanaman
(Murbandono, 1995).
2.3
Penyiapan Media Tanam
Penyiapan
media tanam merupakan bagian dari pengolahan lahan untuk praktek budidaya yang
dilakukan. Penyiapan media tanam menurut Purwono (2011) meliputi :
1. Penggemburan
Tanah
Metode penggemburan tanah yang dilakukan bisa dengan
pembajakan tanah menggunakan traktor atau cangkul. Penggemburan tanah bertujuan
untuk membentuk kondisi tanah yang sesuai dengan perakaran tanaman.
2. Pembedengan/
Polybag
Sistem penanaman pada lahan terutama untuk komoditas
hortikultura sesuai untuk dilakukan pembedangan, namun pada beberapa kondisi
juga sesuai untuk ditanam pada polybag. Khusus pada sistem pembedengan,
terdapat beberapa ketetapan oleh Deptan mengenai ukuran bedengan untuk beberapa
komoditas. Pada komoditas kailan, ukuran bedengan pada adalah lebar 150 cm,
panjang 200 cm, tinggi menyesuaikan kondisi lahan dan jarak antar bedengan 50
cm.
Ukuran bedengan tersebut merupakan contoh ukuran ideal
pembuatan bedengan. Akan tetapi, pada dasarnya penentuan lebar dan panjang
bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan terutama luasannya. Selanjutnya,
penentuan tinggi bedengan juga disesuaikan dengan kondisi tanah karena
berkaitan dengan kedalaman perakaran tanaman dan air tanah.
Sebagai contoh, suatu lahan yang sudah di bedeng ternyata
sistem irigasi yang digunakan adalah irigasi alur. Kondisi tekstur tanah
didominasi oleh partikel liat, sehingga menyebabkan penggenangan air di lahan
(kondisi air melimpah). Komoditas yang ditanam adalah kailan. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka pembuatan bedengan yang ideal adalah dengan tinggi ± 20
cm. Hal tersebut disesuaikan dengan meresapnya air ke bedengan dan kebutuhan
air tanaman. Kondisi tanah yang dominan liat menyebabkan peresapan air sangat
lambat, sehingga tinggi bedengan tidak terlalu tinggi. Selain itu, hal yang
harus diperhatikan adalah tinggi muka air yang ada di lahan, sehingga tinggi
bedengan harus sesuai dengan tinggi muka air tersebut.
3. Pencampuran
dengan pupuk kandang
Pupuk kandang yang digunakan sebagai bahan campuran media
tanam hendaknya merupakan pupuk kandang yang telah jadi (matang). Adapun
ciri-ciri pupuk organik yang sudah matang adalah:
a. bahan-bahan sudah hancur karena proses dekomposisi,
b. tekstur remah dan tidak lengket dan panas,
c. warna coklat kehitaman,
d. tidak berbau dan kadar air 34-35%.
Pupuk kandang yang belum matang berpotensi mengandung
pathogen dan bahkan biji gulma dari sisa-sisa makanan ternak yang tercampur
dengan bahan pembuatan pupuk kandang. Proses pencampuran pupuk kandang dengan
tanah olahan dapat dilakukan pada kondisi yang kering maupun lembab. Untuk
tanah-tanah berliat (kandungan tanah liat tinggi) rasio pencampuran yang ideal
adalah 1 : 1.
Dosis pupuk organik yang digunakan pada kegiatan praktikum
ini adalah 10 ton per hektar. Untuk perhitngan dosis pupuk per bedengan
disesuaikan dengan luas bedengannya. Sebagai contoh, apabila luas bedengan 8 m2
maka dosis pupuk organik yang digunakan adalah 8 kg. Apabila dosis pupuk telah
ditentukan, maka langkah berikutnya adalah pencampuran media tanam. Tanah
olahan dan pupuk kandang dicampur menggunakan cangkul hingga merata, apabila
tanah terlalu keras sehingga proses pencampuran menjadi sulit, maka tambahkan
air secukupnya hingga lembab (kadar air kapasitas lapangan). Apabila media
tanam sudah tercampur merata, berikutnya proses pembuatan bedengan dapat
dilakukan. Sesuaikan tinggi bedengan dengan komoditas yang akan ditanam,
ketinggian bedengan yang tepat sangat penting untuk diperhatikan terutama pada
tanah-tanah yang berpotensi tergenang.
2.4
Tahapan Pengolahan Tanah
Adapun tahapan
pengolahan tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :
1.
Land clearing
Land clearing merupakan suatu kegiatan
menyiapkan areal agar dapat diolah lebih lanjut
Gambar. Land clearing
2.
Bajak (plowing)
Pada prinsipnya, bajak merupakan
suatu kegiatan memecah tanah dan membaliknya, agar biji gulma dan residu
tanaman tertimbun : lapisan bawah tersinari matahari (proses oksidasi). Bajak
dapat berbentuk singkal atau piring (disk).
3.
Garu (harrowing)
Pada prinsipnya, garu merupakan
kegiatan memecah bongkah tanah menjadi lebih halus, meratakan permukaan tanah
dan memperbaiki granulasi tanah. Alat berbentuk piringan atau sisir.
4.
Pembuatan seedbeds / plantbeds dan lubang tanam
Pembuatan seedbeds bertujuan untuk
mempermudah penanaman dan merangsang pertumbuhan tanaman, di lapangan bentuk
seedbeds beragam.
2.5
Intensitas
Pengolahan Tanah
Adapun intensitas
pengolahan tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut:
1.
Pengolahan tanah intensif :
Pengolahan tanah intensif dapat
berupa : Bajak ke-1, Garu ke-1, Bajak ke-2, Garu ke-2
2.
Pengolahan tanah minimum (Minimum tillage)
Pengolahan tanah hanya dilakukan pada
tempat yang akan ditanami (lubang tanam atau jalur tanam). Pada pengendalian gulma
dilakukan secara kimiawi dengan herbisida. Setelah gulma mati, bekas lubang
akar-akarnya dapat terisi udara (aerasi), sehingga tanpa merusak keadaan tanah,
dua tujuan tercapai sekaligus. Sedangkan bagian yang tidak diolah ditanami
dengan legume cover crops untuk mencegah pertumbuhan gulma dan erosi.
2.6
Jenis
Pengolahan Tanah
Adapun jenis pengolahan
tanah menurut Purwono (2011) adalah sebagai berikut :
1.
Pengolahan tanah biasa
Pengolahan tanah biasa dapat berupa:
a.
Pengolahan tanah di lahan kering
Tanah diolah dengan tujuan
menyediakan tempat tumbuh tanaman. Bentuk permukaan tanah rata dan pekerjaan
tidak didahului dengan tahapan khusus dan pekerjaan dimulai dengan pembajakan,
diikuti dengan penggaruan dan perapihan petak. Contoh : areal untuk tanaman jagung,
padi gogo, kedelai
2.
Pengolahan tanah khusus :
Pengolahan tanah khusus dapat berupa
:
a.
Pelumpuran
Khususnya
untuk budidaya padi sawah dan beberapa jenis sayuran. Pengolahan dilakukan pada
kondisi jenuh air dengan tujuan untuk membuat struktur lumpur. Pelumpuran hanya
dapat dilakukan jika kandungan liat tanah >= 20% dan ketersediaan air
melimpah. Pekerjaan diawali dengan pembajakan, penggenangan dan penggaruan
sedangkan permukaan areal dibuat cembung agar air dapat dikeluarkan pada saat
diinginkan (Pemupukan, penyiangan dan panen)
b.
Reynoso atau juringan
Reynoso
dikenal pada budidaya tebu lahan sawah. Pekerjaan dimulai dengan membuat got
(saluran) yang tujuannya untuk menurunkan muka air tanah. Pada Reynoso pengolahan
hanya dilakukan pada bagian yang akan ditanami, dikenal dengan juringan. Dan pekerjaan
dilakukan dengan sepenuhnya manual sehingga sangat banyak membutuhkan tenaga
kerja.
Juringan
(tebu) merupakan pengolahan tanah untuk tebu di lahan kering. Hasil pengolahan
tanah adalah lubang tanam (juringan) sseperti pada pola Reynoso. Pekerjaan
dilakukan secara mekanis atau semi mekanis. Seluruh permukaan tanah diolah
(dibajak, digaru dan dibuat juringan) dan saluran drainase dibuat sesuai dengan
kondisi areal
c.
Bedengan
Bedengan
dikenal pada budidaya hortikultura atau pada areal pembibitan. Seedbeds lebih
lebar dibandingkan saluran yang bertujuan untuk menyediakan media tumbuh yang optimal bagi akar tanaman
dan menghindarkan dari genangan air. Lebar bedengan dibuat sesuai dengan
kemampuan untuk memelihara, sebab antar bedengan dipisahkan oleh saluran
drainase .Contoh : budidaya kailan
d.
Guludan
Tujuannya
untuk menyediakan tempat tumbuh akar dan umbi tanaman yang ideal, serta
menghindari genangan air. Lebar guludan dan saluran hamper sebanding. Bibit
atau benih ditanam di atas guludan. Contoh : kentang, ubi jalar, singkong,
talas dan tembakau.
e.
Pembuatan lubang tanam
Pengolahan
tanah hanya dilakukan pada lokasi penanaman. Areal di bersihkan saan land
clearing kemudian pada titik tanam dibuat lubang tanam dengan jarak yang telah
ditentukan. Areal lainnya ditanami dengan cover crop untuk menghindari
tumbuhnya gulma. Cara ini contohnya pada penanaman kelapa sawit.
III.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengolahan
tanah merupakan tindakan persiapan media tumbuh agar sesuai dan mendukung
pertumbuhan tanaman secara optimum untuk menjaga aerasi dan kelembaban tanah
sesuai dengan kebutuhan tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan unsur
hara oleh akar tanaman dapat berlangsung dengan baik. Penyiapan media tanam
dapat berupa penggemburan tanah, pembedengan/ polybag Pada komoditas kailan
ukuran bedengan pada adalah lebar 150 cm, panjang 200 cm, tinggi menyesuaikan
kondisi lahan dan jarak antar bedengan 50 cm, pencampuran dengan pupuk kandang.
Dengan adanya teknik pengolahan lahan yang baik dan benar maka diharapkan dapat
meningkatkan produksi tanaman budidaya kailan.
3.2
Saran
Diharapkan
dalam pertanian berlanjut petani dalam melakukan budidaya pertanian dapat
mengunakan anjuran pada proses pengolahan lahan yang baik dan benar baik dari
pemerintah melalui penyuluhan agar dapat menghasilkan produksi yang maksimal
pada tanaman yang dibudidayakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Alibasyah, 2000. Konservasi tanah dan air. Bogor,
IPB Press. Hal 154 – 155.
Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk(diterjemahkan
oleh Didiek H.G). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 799 hal.
Evans,
J. 1992. Plantations forestry in the tropics. Tree planting for industrial,
social, environtmental and agroforestry purposes.Second editions. Oxford
University Press. New York.
LIPTAN. 1994. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) BIP Irian Jaya
No. 145/94. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, Jayapura. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ppua0138.pdf. (diakses 17 Maret 2010)
Makalewk, A.D.N,. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah
Pada AgroekosistemTanpa Olah Tanah.
Http//www.hayati-ipb.com/users/rudicyt/indiv2001/afra-dnm.htm. Diakses 10
November 2016.
Mulyadi, J.J. Sasa, T. Sopiawati dan S. Partohardjono.
2001. Pengaruh cara olahtanah dan pemupukan terhadap hasil gabah dan emisi gas
metan dari pola tanam padi–padi di lahan sawah.Penelt.Pertanian Tanaman Pangan.
20(3) : 24 –28.
Murbandono, L.
1995. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 10 hal.
Purwono, 2011. Pengolahan Tanah. Departemen Agronomi
dan Hortikultra Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Puslitbang
Hutan Tanaman. 2006. Teknik silvikultur hutan tanaman industri. Puslitbang
Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan, Bogor.
Reijntjes, C., B. Haverkort dan A. Waters-Bayer. 1999.
Pertanian Masa Depan : Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input
Luar Rendah(diterjemahkan oleh Y. Sukoco).Kanisius. Yogyakarta. 69 hal.
Stewart, B.A and R. Lai. 1994.Soil Processes and Water
Quality. Lewis Publishers Boca Raton Ann Arbor, Tokyo. Japan. 65 – 66 hal.
Stevensen, E.J. 1982. Humus Chemistry Genesis,
Compotition, and Reaction. John Willey and Sons. New York. 67 hal.
Sutanto, R.
2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 206 hal.
Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Teknik olah tanah
konservasi untuk menunjang pengembangan pertanian lahan kering yang
berkelanjutan. Pros. SeminarNasional V: 8 –13. Bandar Lampung.
Tyasmoro, S.T., B. Suprayoga dan A. Nugroho. 1995.
Cara pengelolaan lahan yang berwawasan lingkungan dan budidaya tanaman sebagai
upaya konservasi tanah di DAS brantas hulu. Pros. Seminar Nasional V: 9 –14.
Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung.